Wednesday, December 2, 2015

Belajar Dari Kampung Kesepuhan Cipta Gelar



Film Garapan Dandhy Dwi Laksono dari Watchdoc mengangkat nama kampung Kesepuhan Cipta Gelar. Karya – Karya Dandhy dalam bentuk film dokumenter kadang membuat diriku terkesimak menyaksikan nilai-nilai kemanusiaan. Film Dokumenter karya Dandhy yang menarik menurutku, pertama Film dokumenter yang menggambarkan perjuangan warga bali menolak reklamasi, film Teluk Benoa. Kedua, Film tentang perjuangan ibu – ibu Rembang menolak pertambangan semen berdiri di kampung demi mempertahankan tradisi untuk menjaga sumber kehidupan, Film Samin vs Semen. Ketiga, film yang menggambarkan situasi Yogyakarta semakin hari semakin kekurangan air bersih akibat pembangunan hotel, Film itu diberi judul Belakang Hotel.

Sumber Youtube
Saya tidak pernah bertemu langsung dengan lelaki kelahiran 1976 ini, namun sering berkomunikasi lewat media sosial twitter. Dia cukup terbuka dengan siapapun asalkan itu terkait dengan perjuangan untuk orang banyak.

Salah satu ciri khas dalam membuat film adalah selalu menggunakan pesawat mini atau pesawat pengintai atau biasa disebut drone untuk merekam landscape suatu wilayah. Untuk memperlihatkan gambaran keindahan suatu wilayah.

Kesepuhan Cipta Gelar yang diangkat Dandhy merupakan sebuah kampung secara administratif berada di Kecamatan Cisolok, Kabupaten Sukabumi. Dalam proses pembuatan film ini, dandhy tentunya tidak sendiri. Mantan Wartawan RCTI dan SCTV ini dibantu oleh videografer seperti Suparta Arz, Lendi B Nuriansah dan Indrajati S Atmaja.

Penulis buku Jurnalisme Invetigasi itu menggambarkan dengan detail konsep kemandirian kampung yang dibangun oleh Warga Kesepuhan Cipta Gelar. Ada tiga kemandirian yang tergambarkan dalam film yang berdurasi 45 menit itu yakni Kemandirian pangan, kemandirian energi dan kemandirian media informasi.

Menurut salah satu tokoh kampung Yoyo Yogasmana, Kemandirian pangan dibangun secara turun temurun. Konsep padi adalah sebuah kehidupan sehingga perlu dilestarikan. Ketika padi dijual maka ibaratnya akan menjual sebuah kehidupan. Setiap manusia yang ingin hidup harus siap menanam makanan.

Pertanian yang dikembangkan untuk menanam padi bukan di sawah melainkan ditanam di ladang. Dalam proses pengerjaannya dikerjakan secara gotong royong mulai dari proses menanam hingga proses memanen. Selain itu, Warga juga mengembangkan jenis padi yang mencapai 160 jenis dan sangat menentang dengan jenis varietas padi yang dibeli dari luar negeri untuk ditanam dalam kampung.

Hasil pertanian kampung yang berpenduduk kurang lebih 29.000 jiwa itu mencapai 29 lumbung. Waktu menanam padi hanya sekali setahun tetapi mampu untuk surplus beras hingga 3 tahun mendatang. Salah satu kritikan untuk negeri ini yakni Negeri ini menanam 2-3 kali setahun tetapi suprlus beras hanya mampu bertahan hingga 6-8 bulan kedepan. Terus Kalau Indonesia Negara Agraris, kenapa impor beras terus saja terjadi ?. jawabannya bukan dalam film ini melainkan tugas menteri pertanian untuk memberikan jalan keluar.

Kemandirian kedua adalah kemandirian energi. Warga mampu menggunakan bahan yang ada untuk dimanfaatkan menjadi energi seperti listrik tenaga surya dan listrik dari turbin. Dalam proses pembangunan turbin ini tidak melibatkan kontraktor besar, melainkan dikerjakan secara gotong royong dengan melibatkan kurang lebih 2000 orang.  Listrik ini digunakan warga sebagai alat penerang, untuk mesin, dan menonton televisi.

Turbin air sudah sejak lama ditemukan sekitar abad 19 dan digunakan secara luas untuk tenaga industri sebelum adanya jaringan listrik. Dan untuk kampung Cipta Gelar  sendiri baru dikembangkan pada tahun 1996 sebagai pembangkit listrik utama warga. Bahannya mengandalkan air yang melimpah di kampung. Selain itu, warga harus menjaga kelestarian hutan agar air tetap terjaga dan listrik terus menyala.

Warga tidak pernah mengandalkan PLN yang selalu byarpet dan tagihan yang selalu menggila. Dengan modal turbin setiap rumah hanya mengeluarkan biaya Rp. 20.000 sampai Rp. 30.000 per bulan.

Kemandirian ketiga adalah kemandirian media informasi yang dikembangkan berupa siaran televisi. Warga membuat media sendiri dengan menampilkan kegiatan-kegiatan kampung. 

Nama Siaran CIGA TV  singkatan dari Cipta Gelar TV. Tugas  Yoyo Yogasmana sebagai pemegang siaran tidak hanya sebatas menjual siaran seperti halnya Abu Rizal Bakrie, Chairul Tanjung atau Hary Tanoe, tetapi juga berkeliling kampung untuk memperbaiki televisi yang jaringannya kurang bagus.

Menurut Yoyo, perbedaan Televisi Swasta dengan CIGA TV, siaran televisi swasta tidak bisa di request sedangkan CIGA TV menerima requst warga. Misalnya permintaan untuk memutarkan siaran panen padi, namun request itu dijadwal waktu tanyangnya karena banyak sekali warga yang request.

Itu pelajaran singkat yang dapat dipetik dari film dokumenter Dandhy Laksono berjudul Kesepuhan Cipta Gelar. Gambaran sebuah pembangunan kampung untuk menuju kemandirian energi, pangan dan media informasi. Sebuah bentuk pembangunan kampung yang sangat baik jika diterapkan oleh BPMD Kabupaten Kota Se Sulawesi Tenggara dalam memanfaatkan Alokasi Dana Desa (ADD) kedepan. Para Pendamping Desa harus belajar dari Kampung Cipta Gelar dalam mengembangkan potensi dalam kampung demi mensejahterakan masyarakat. Bukan malah sebaliknya mengandalkan pihak luar yang ujung-ujungnya memasukkan investor untuk merusak alam dan budaya masyarakat. 




No comments:

Post a Comment

Kebijakan dan Dampak Virus Corona di Indonesia

Ilustrasi Kekuatan ekonomi China sangat luar biasa di dunia saat ini. Kebangkitan ekonomi China bahkan mengalahkan Amerika Serikat. ...