Aksi Petani Depan Kantor Gubernur Jawa Tengah. Sumber Foto : Twitter Omah Kendeng |
Hingga saat ini Putusan MA Nomor 99 PK/TUN/2016 yang membatalkan Keputusan
Gubernur Jawa Tengah Nomor 660.1/17 Tahun 2012 tentang Kegiatan Penambangan
oleh PT Semen Gresik (Persero) Tbk, di Kabupaten Rembang, Provinsi Jawa Tengah
tidak kunjung dilaksanakan oleh Gubernur Jawa Tengah, Ganjar Pranowo sebagai
Tergugat I. Masyarakat yang menolak pabrik semen pun harus berlelah-lelah untuk
melakukan longmarch dari tanggal 5 sampai 9 Desember 2016 untuk meminta Ganjar
mematuhi putusan MA. Buah dari longmarch ini pun amat mengecewakan : telah
diterbitkannya Keputusan Gubernur Jawa Tengah Nomor 660.1/30 Tahun 2016 tentang
Izin Lingkungan tentang Izin Lingkungan Kegiatan Penambangan Bahan Baku Semen
dan Pembangunan Serta Pengoperasian Pabrik Semen PT Semen Indonesia (Persero)
Tbk di Kabupaten Rembang, Provinsi Jawa Tengah. Ganjar berdasarkan
pernyataannya dari berbagai media berkelit, mulai dari dokumen tersebut bukan
izin lingkungan melainkan pengawasan Amdal, dan kemudian mengubah pernyatannya
bahwa dokumen tersebut merupakan adendum lantaran ada permintaan perubahan izin
lingkungan dari PT Semen Indonesia.
Tak lelah untuk menuntut Gubernur Jawa Tengah melaksanakan putusan MA, pada
Senin (19/12) masyarakat pegunungan Kendeng kembali mendatangi kantor Gubenur
Jawa Tengah untuk melakukan audiensi. Namun, pada saat audiensi, Ganjar tetap
tidak menyatakan ketegasan untuk mencabut Izin Lingkungan PT Semen Indonesia di
Rembang. Masyarakat pun menjalankan ikhtiar yang telah disepakati bersama sejak
awal : akan tetap berada di Semarang dan melakukan aksi pendirian tenda
perjuangan setiap hari di depan Kantor Gubernur Jawa Tengah hingga ada
kepastian bahwa pabrik semen di Rembang dapat berhenti.
Hingga Kamis (22/12) aksi pendirian tenda perjuangan berjalan lancar. Namun
pada Jumat (23/12) mulai ada tindakan represif dari aparat negara. Pagi hari,
sekitar pukul 08.00 WIB massa aksi dilarang untuk mendirikan tenda oleh
Polrestabes Kota Semarang dengan alasan mengganggu pedestrian, kumuh, serta ada
masyarakat pendukung pabrik semen yang akan melakukan aksi di hari yang sama.
Namun lantaran aksi yang dilaksanakan telah memenuhi ketentuan UU Nomor 9 tahun
1998 tentang Kemerdekaan Penyampaian Pendapat di Muka Umum, pihak kepolisian
pun meninggalkan lokasi aksi.
Kemudian, sekitar pukul 11.20 WIB, Satpol PP Kota Semarang membongkar tenda
yang telah didirikan warga dengan menggunakan dasar hukum Perda Kota Semarang Nomor
11 tahun 2000 tentang Pengaturan dan Pembinaan Pedagang Kaki Lima. Perda yang
sedianya ditujukan untuk mengatur dan membina PKL dijadikan dasar pembongkaran
tenda. Padahal, tidak ada satu ketentuan pun dalam Perda ini yang dilanggar
oleh massa aksi. Komandan Regu Satpol PP yang melakukan pembongkaran, Mudzakir,
pun tidak bisa memberi penjelasan terhadap kejanggalan ini. Properti aksi
disita oleh Satpol PP Kota Semarang tanpa ada dasar hukum. Mutlak, tindakan
Satpol PP ini membuat massa aksi yang mayoritas ibu-ibu harus berpanas-panasan
menanti kepatuhan Gubernur Jawa Tengah tehadap Putusan MA.
Ternyata, ditengah aksi yang dilakukan masyarakat Pegunungan Kendeng untuk
menuntut Gubernur Jawa Tengah mematuhi Putusan MA, pada tanggal 20 Desember
2016 Ganjar Pranowo menerbitkan Keputusan Gubernur Jawa Tengah Nomor 660.1/32
Tahun 2016 tentang Pembentukan Tim Supervisi Penyusunan Dokumen Adendum
Analisis Dampak Lingkungan Hidup (Andal) dan Rencana Pengelolaan Lingkungan
Hidup-Pemantauan Lingkungan Hidup (RKL-RPL) Kegiatan Penambangan Bahan Baku
Semen dan Pembangunan serta Pengoperasian Pabrik PT. Semen Indonesia (Persero)
Tbk. Di Kabupaten Rembang Provinsi Jawa Tengah.
Dalam Konsiderans pertama dokumen ini tertulis “bahwa dalam rangka memenuhi
Amar Putusan Peninjuan Kembali Mahkamah Agung Nomor 99 PK/TUN/2016, dokumen
analisis mengenai dampak lingkungan (Amdal) ... PT Semen Indonesia (Persero) di
Kabupaten Rembang *perlu disempurnakan* dengan menambahkan kajian lingkungan
hidup ...”.
Dalam konsiderans ini tampak jelas pembangkangan hukum yang dilakukan oleh
Gubernur Jawa Tengah. Hal ini dikarenakan di dalam amar putusan MA Nomor 99
PK/TUN/2016 dinyatakan “1. Mengabulkan gugatan Para Penggugat untuk seluruhnya;
2. *Menyatakan batal* Surat Keputusan Gubernur Jawa Tengah Nomor 660.1/17 Tahun
2012, tanggal 7 Juni 2012, tentang Izin Lingkungan Kegiatan Penambangan oleh PT
Semen Gresik (Persero) Tbk, di Kabupaten Rembang, Provinsi Jawa Tengah; 3.
*Mewajibkan kepada Tergugat untuk mencabut* Surat Keputusan Gubernur Jawa Tengah
Nomor 660.1/17 Tahun 2012, tanggal 7 Juni 2012, tentang Izin Lingkungan
Kegiatan Penambangan oleh PT Semen Gresik (Persero) Tbk, di Kabupaten Rembang,
Provinsi Jawa Tengah;”
Tidak ada satu frasa pun dalam amar putusan ini yang memerintahkan Gubernur Jawa
Tengah untuk menyempurnakan dokumen Amdal PT Semen Indonesia di Rembang
sebagaimana yang dinyatakan oleh Keputusan Gubernur Jawa Tengah Nomor 660.1/32
Tahun 2016. Yang ada, putusan ini menyatakan batal objectum litis dan
memerintahkan Tergugat (dalam hal ini Gubenur Jawa Tengah) untuk mencabut izin
lingkungan PT Semen Indonesia.
Oleh karena Izin Lingkungan PT Semen Indonesia di Kabupaten Rembang telah
dinyatakan batal oleh MA, tentu tidak dimungkinkan lagi untuk diterbitkannya
izin lingkungan perubahan, baik itu dengan menyusun dokumen adendum Andal dan
RKL-RPL atau bahkan dengan menyusun dokumen Amdal baru sekalipun. Pembentukan
tim supervisi untuk penyusun dokumen adendum Andal dan RKL-RPL untuk Izin
Lingkungan PT Semen Indonesia sama sekali tidak melaksanakan Putusan MA,
melainkan melawan putusan yang telah berkekuatan hukum tetap tersebut.
Tindakan Gubernur Jawa Tengah dalam menerbitkan Keputusan ini juga
bertentangan dengan Asas-asas Umum Pemerintahan yang Baik (AUPB), yaitu asas
kepastian hukum, asas ketidakberpihakan, asas kecermatan dan asas tidak
menyalahgunakan kewenangan sebagaimana diatur dalam Pasal 10 ayat (1) huruf a,
huruf c, d dan huruf e Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2014 tentang Administrasi
Pemerintahan.
Gubernur Jawa Tengah tampak dengan segala daya upaya memaksa agar Pabrik
Semen di Rembang tetap dapat berjalan meskipun dengan cara melawan hukum. Cara
ini adalah cara yang paling tidak terhormat dalam negara hukum, terlebih jika
dilakukan oleh seorang penyelenggara negara.
Untuk itu, kami menyerukan kepada Gubernur Jawa Tengah, Ganjar Pranowo: Pertama, Laksanakan
perintah putusan MA Nomor 99 PK/TUN/2016. Cabut Izin Lingkungan PT Semen
Indonesia di Rembang. Kedua, Cabut Izin
Usaha, Izin Kegiatan, Izin Operasi, dan Izin Konstruksi PT Semen Indonesia di
Rembang sebagaimana ketentuan Pasal 40 ayat (2) Undang-Undang Nomor 32 tahun
2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup. Ketiga, Menerbitkan
Keputusan Gubernur Jawa Tengah Nomor 660.1/32 Tahun 2016 adalah pembangkangan
terhadap Putusan Pengadilan yang telah berkekuatan hukum tetap. Segera cabut
Keputusan ini demi menghormati hukum. Keempat, Hentikan
segala bentuk pembangkangan hukum lainnya untuk mengakali agar pabrik Semen
Indonesia di Rembang tetap berjalan.
Siaran Pers LBH Semarang
Semarang, 24 Desember 2016
Narahubung : Rizky Putra Edry (0823 8680 7165)
Narahubung : Rizky Putra Edry (0823 8680 7165)
No comments:
Post a Comment