Friday, October 9, 2015

Belajar dari Kasus PT Damai Jaya Lestari (DJL) di Konawe Utara

Buruh PT DJL terlantar di kendari. Sumber Sinar Harapan
 Sejak hari senin (5/10) Para pekerja Sawit PT Damai Jaya Lestari (DJL) menginap di Aula Dinas Sosial Provinsi Sulawesi Tenggara. Para pekerja sawit itu tidak mempunyai tempat untuk menginap selama memperjuangkan hak-hak di Kota Kendari.

Ketika saya berkunjung ke Aula Dinas Sosial pada hari rabu kemarin (7/10), barang-barang dalam koper dan kardus menumpuk depan. Ketika masuk ke dalam ruangan aula, tempat tidur seadanya beralaskan matras dan karpet tipis membuat mereka sangat rawan terkena penyakit masuk angin, batuk dan demam. Berdasarkan data Mahasiswa Mandala Waluya sebanyak 50 orang sedang sakit  dari total 206 jiwa. Dari 50 orang sakit-sakitan itu, sebanyak 18 orang dari kalangan anak-anak. Menurut salah satu pekerja PT DJL, “salah satu anak yang masih umur sebulan mulai di evakuasi ke rumah warga semalam karena kondisinya semakin menurun”.

Bantuan dari tim medis belum terlihat sama sekali untuk mengecek kesehatan dan memberikan pertolongan pertama kepada korban yang mulai sakit-sakitan sampai hari ini. Dinas Kesehatan Provinsi Sulawesi Tenggara berdalih urusan pekerja adalah urusan Dinas Sosial Provinsi. Kalaupun Dinas Kesehatan Provinsi yang akan menangani, maka akan berkoordinasi dengan pimpinan dan biasanya akan bertindak 3 hari setelah adanya laporan.

Bukan hanya itu, Bantuan makanan sangat tidak sehat karena warga hanya diberikan mie instan 32 Dos dari Dinas Sosial sedangkan bantuan beras dari Mahasiswa. Makanan instan itu akan menimbulkan alergi terutama kepada anak-anak. Karena itu mengharapkan makanan yang sehat seperti sayur-sayuran dan lauk pauk untuk memperbaiki gizi. “untuk bantuan susu bagi anak-anak sudah diberikan oleh Dinas Sosial pagi tadi” menurut pengakuan Klemis, salah satu buruh sawit PT DJL.

Dari pengamatan di Lapangan dan hasil bincang-bincang dengan beberapa pekerja sawit dan pendamping, Perlindungan terhadap korban sangat minim dari Dinas Sosial, Dinas Kesehatan dan Dinas Tenaga Kerja Provinsi Sulawesi Tenggara. Padahal jika dilihat dari latar belakang para pekerja sawit itu merupakan salah satu korban bencana sosial yang sistematis diciptakan oleh perusahaan PT Damai Jaya Lestari untuk memiskinkan para pekerja.

Pemiskinan PT DJL

Pemiskinan telah terjadi terhadap Pekerja Sawit dan Petani sekitar PT Damai Jaya Lestari (DJL) DI Kecamatan Wiwirano, Kabupaten Konawe Utara. Keterlibatan pemerintah dan investor sawit dalam memiskinkan rakyat sangat miris yang seharusnya mensejahterakan rakyat.

Pekerja Sawit Para pekerja didatangkan dari NTT pada tahun 2009 atau 6 tahun lalu dengan jaminan upah Rp. 60.000/Hari dan Biaya lembur Rp. 7.000/jam. Gaji rendah namun tawaran itu diterima karena daerah NTT juga tidak cukup menjanjikan kesejahteraan sehingga mereka terpaksa harus menyeberang pulau ke Sulawesi Tenggara. Status yang disandang sebagai Pekerja Harian Lepas (PHL).

Menurut Para Pekerja Sawit, Upah Rp. 60.000/hari berlangsung dengan baik pada tahun pertama pada tahun 2009 lalu. Tahun kedua, Tahun 2010 mulai terjadi pengurangan jam kerja dari 30 hari menjadi 24 hari. Tahun ketiga, Tahun 2011 hari kerja mulai dikurangi lagi dari 24 hari menjadi 13 hari, dan upah yang diterima hanya Rp. 780.000/bulan, biaya upah yang sangat rendah (harian Terbit 07/10).

Menjadi pekerja sawit tentunya mempunyai banyak resiko sehingga membutuhkan jaminan sosial tenaga kerja. Data Pekerja Sawit yang telah mengalami kecelakaan kerja sebanyak 21 kasus. Dari data itu dua diantaranya sangat fatal yakni pertama, Kasus yang menimpa Maria Seu (50), dia harus mengalami buta seumur hidup setelah mukanya terkena kelapa sawit saat bekerja. Kedua, Kasus Sri Mulyani yang harus meregang nyawa karena penyakit perut yang kronis. Sejak ditetapkannya Kewajiban setiap perusahaan untuk membuatkan Jaminan Sosial terhadap tenaga kerja ternyata tidak diindahkan oleh PT DJL.

Hasil pengamatan Susi Yanti Kamil terhadap Buruh Perempuan di PT DJL pada tahun 2011 juga mengungkapkan “Buruh sangat jauh dari perlindungan dan jaminan sosial. Padahal pekerjaan buruh perempuan sama beratnya dengan pekerjaan laki-laki, dengan waktu kerja dari Pukul 06.00 sampai pukul 15.00 atau 9 jam kerja. Buruh tani perempuan bekerja land clearing dengan membuka lahan yang lebat dengan semak belukar, melakukan penyemprotan dengan menggunakan zat kimia, memikul tangki berisikan 17 liter cairan serta memetik hasil sawit. Tanpa cuti haid dan cuti pasca melahirkan”.

Beban ganda terhadap kaum perempuan, bekerja sebagai ibu rumah tangga dan bekerja sebagai pekerja sawit merupakan by design yang diciptakan oleh pihak perusahaan sawit. Lahan untuk pertanian yang sebelumnya mencukupi kebutuhan makan berubah menjadi lahan sawit, biaya hidup semakin tinggi dan gaji suami tidak mencukupi untuk menutupi kebutuhan sehari-hari. Karena itulah, kaum perempuan harus ikut menjadi pekerja sawit walau bebannya sangat berat.

Pekerja Sawit diperlakukan sebagai Pekerja Harian Lepas (PHL) dengan upah yang sangat rendah jauh dari Upah Minimum Provinsi (UMP) dan Kabupaten (UMK) hanya Rp. 780.000 bulan, tanpa biaya lembur, khusus untuk perempuan tanpa cuti haid dan cuti pasca melahirkan dan tanpa jaminan sosial dan kesehatan tenaga kerja.


Tindakan sistematis lain yakni dalam proses pembebasan lahan petani Konawe Utara. Sejak kedatangan PT DJL pada tahun 2004, pembebasan lahan pertanian rakyat masih bermasalah sampai sekarang di Kecamatan Wiwirano, Konawe Utara. Warga dibodohi dengan SKT (Surat Keterangan Tanah) yang diciptakan sepihak oleh aparat Desa, Kecamatan dan Bupati Konawe Utara pada waktu itu (Berdikari Online 12/12/2014).

Menurut PT DJL izin lahan yang diberikan oleh Pemerintah seluas 20.000 Hektare namun yang berhasil dikelola sampai sekarang hanya 6.000 Hektare. Itupun lahan seluas 6.000 Ha belum mendapatkan MOU yang jelas antara pihak PT DJL dengan rakyat setempat. Karena itu “Forum Petani Plasma Bersatu” memprotes dan mendesak PT DJL segera melakukan MOU dengan rakyat setempat pada tahun 2011 lalu (JRK Sultra 01/03/2011).

Kasus diatas mirip dengan Tesis Anto Sangaji, Antropolog York University, Canada yang menuliskan “Kepemilikan tanah yang berpusat pada beberapa orang tuan tanah telah membawa dampak sosial yang sangat besar. Inilah kunci dimana perusahaan perkebunan skala besar bukan saja menghancurkan  ekonomi rakyat yang subsisten tetapi juga memorak-morandakan kepemilikan alat produksi kaum tani di Pedesaan”.

Tulisan Anto Sangaji diamini Waode Winesty Setyani, Antropolog dan Pengajar Universitas Halu Oleo (UHO) SULTRA “ Alih fungsi lahan menjadikan petani rentan terhadap kemandirian dan kedaulatan pangan bagi keluarganya”.

Pola perubahan sosial di Perkebunan Sawit Konawe Utara dapat dibaca juga dalam tulisan Susi Yanti Kamil “Budaya Gotong Royong atau biasa disebut motuso hilang sejak kedatangan perkebunan sawit. Rakyat Wiwirano yang sebelumnya sebagai penghasil pangan seperti beras, sagu dan sayur-sayuran berubah menjadi konsumen bahan pangan”.

Pola perubahan kepemilikan tanah tidak terlepas dari peran-peran aparat desa, kecamatan dan Bupati Konawe Utara pada tahun 2004 lalu. Jadi tindakan sistematis ini menciptakan pemiskinan dari sebelumnya warga bisa makan dari bertani diubah menjadi tergantung dengan hasil kerja di perusahaan sawit yang jauh dari tidak mencukupi kebutuhan sehari-hari.

Ironisnya, Pemiskinan tidak hanya sebatas di sekitar Perusahaan Kelapa Sawit PT DJL melainkan meluas ke daerah-daerah lain berupa bencana alam.  Waode Amrifah tahun 2010 menuliskan dampak bencana yang ditimbulkan perkebunan sawit di Konawe Utara. Banjir bandang pertama terjadi pada tahun 1996 di Konawe Utara dengan kerugian mencapai milliaran rupiah karena fasilitas umum berupa jembatan rusak total sehingga jalur transportasi lumpuh total. Banjir bandang kedua terjadi pada juni 2006 dengan kerugian mencapai 97 unit rumah  ambruk, 64 hanyut serta 485 warga kehilangan tempat tinggal tepatnya di Asera, Konawe Utara.

Perubahan lahan menjadi lahan sawit memberikan dampak besar terhadap kehidupan warga Kota Kendari. Ingat banjir besar tahun 2013 yang menenggelamkan separuh kota kendari. Penyebabnya karena hulu sungai yang berada di Konawe yang tidak mampu meresap air dan air yang tumpah ke sungai tidak mampu tertampung sehingga meluap ke pemukiman warga di Kota Kendari. Kerugian warga kendari menurut Dinas Sosial Kendari, rumah rusak ringan, berat dan hilang sebanyak 169 rumah. Korban bencana mengalami kerugian, bagi warga yang mampu tentu tidak masalah mampu dengan cepat memperbaiki rumah, bagi warga yang tidak mampu dan terkena bencana otomatis akan bertambah miskin.

***
Pengertian Kemiskinan struktural menurut Friedmann dalam Andre Bayo (1996), Kemiskinan didefinisikan sebagai ketidakadilan kesempatan untuk mengakumulasikan basis kekuasaan sosial. Basis kekuasaan sosial meliputi (tidak terbatas pada): modal yang produktif atau asset misalnya tanah, perumahan, peralatan, kesehatan; sumber-sumber keuangan; organisasi sosial dan politik yang dapat digunakan untuk mencapai kepentingan bersama; jaringan sosial untuk memperoleh pekerjaan, dan lain-lain. Kemiskinan struktural ini dimana sumber daya ekonomi, politik, teknologi dan informasi hanya dikuasai oleh sebagian kecil orang saja. Namun bagaiman dengan si miskin mereka semakin terpinggirkan akibat pola sistem ekonomi yang berlaku. (Kemiskinan Struktural., Alan Griha Yunanto)

Berdasarkan pengertian kemiskinan struktural diatas untuk kasus Pekerja Sawit dan Petani Sekitar PT DJL dapat dilihat. Pertama, Pengabaian hak-hak korban oleh Dinas Sosial dan Dinas Kesehatan Provinsi Sulawesi Tenggara yang menelantarkan korban yang sakit, dengan fasilitas tempat tidur yang tidak layak serta makanan yang tidak cukup dan tidak sehat. Padahal para pekerja sawit itu membayar pajak begitupun dengan PT DJL membayar pajak ke Negara.

Kedua, Pemiskinan struktural terjadi dalam upah tidak sesui dengan yang ditetapkan dalam Upah Minimum Provinsi (UMP) dan Upah Minimum Kabupaten/Kota (UMK), BPJS Ketenagakerjaan yang tidak ada, serta cuti hamil dan cuti pasca melahirkan bagi kaum perempuan. PT DJL melanggar aturan yang ada terkait UU Ketenagakerjaan. Pihak Dinas Tenaga Kerja Kabupaten Konawe Utara dan Provinsi Sulawesi Tenggara tidak mengawasi pelanggaran yang dilakukan oleh Perusahaan dan malah seolah membiarkan pelanggaran terus terjadi.

Ketiga, Dalam proses pembebasan lahan yang melibatkan Aparat Desa, Kecamatan, Bupati Konawe Utara atas sepengetahuan Dinas Perkebunan dan Kehutanan Provinsi Sultra pada tahun 2004, yang mengorbankan hak-hak Petani Konawe Utara. Selain perubahan kepemilikan lahan,  perubahan tata cara mendapatkan makanan dari sebelumnya dapat makanan dari hasil bertani kemudian diubah oleh sistem untuk menjadi pekerja sawit dan mengadalkan pangan dari luar.

Keempat, Dampak perkebunan sawit yang menimbulkan bencana terutama banjir bagi rakyat SULTRA.  Korban bencana secara tidak langsung dimiskinkan karena membutuhkan biaya untuk pemulihan kehidupan pasca bencana. Selain itu, ketika bencana terjadi Dana APBN dan APBD kembali digelontorkan untuk memperbaiki infrastruktur yang rusak dan bahkan lebih besar dibandingkan dengan dana pajak yang disetor PT DJL ke Negara setiap tahunnya.

Sumber
  • Wawancara dan mengamati langsung Pekerja Sawit PT DJL di Kantor Dinas Sosial Sultra. 05 – 09 Oktober 2015
  • Cerita Pilu Eks Pekerja PT. DJL, Kecelakaan Kerja Dianggap Angin Lalu, Meninggal Pun Tak Diurus. Zona Sultra, diakses 9 oktober 2015
  • Upah Tak Layak Hingga PHK, Walhi: PT. DJL Perbudak Pekerjanya. Zona Sultra,  diakses 9 oktober 2015
  • Ratusan Korban PHK di Sultra Duduki Kantor Dinas Sosial. Harian Terbit, 09 Oktober 2015
  • Ratusan Korban PHK Duduki Aula Dinsos. Bisnis.Com, 09 Oktober 2015
  • PT DJL Menghisap Petani Konawe Utara. Berdikari Online. Diakses 09 oktober 2015
  • Demo Perkebunan Kelapa Sawit. JRK Sultra 09 oktober 2015
  • Eksploitasi Buruh Perempuan di Perkebunan Sawit, Praktek Nyata Ketimpangan Gender di Masyarakat Pedesaan (Studi Kasus Perkebunan Kelapa Sawit Kab. Konawe Utara). Susi Yanti Kamil, 09 oktober 2015
  • Sawit dan Kehancuran Hutan di Konawe Utara. Waode Amrifah, Media Sultra, diakses 09 oktober 2015
  • Kemiskinan Struktural, Alan Griha Yunanto. Sapa Indonesia. Diakses 09 oktober 2015

No comments:

Post a Comment

Kebijakan dan Dampak Virus Corona di Indonesia

Ilustrasi Kekuatan ekonomi China sangat luar biasa di dunia saat ini. Kebangkitan ekonomi China bahkan mengalahkan Amerika Serikat. ...