Konflik yang berbau SARA (Suku, Agama dan Ras) kembali terjadi di
Kecamatan Simpang Kanan, Kabupaten Aceh Singkil, 13 Oktober kemarin.
Konflik yang kembali menelan korban jiwa dan puluhan orang lainnya
luka-luka dan 5000an warga mengungsi.
Konflik Agama di Singkil bukan kali pertama terjadi. Front Pembela Islam (FPI) telah menebar ancaman yang mengakibatkan
Pemerintah Kabupaten Aceh Singkil harus menutup 19 gereja pada bulan
mei 2012. Dari analisis para tim investigasi yang dimuat dalam Media
Kontras menyebutkan bahwa dalang utama penyebab konflik adalah para
kontestan Pilkada yang kalah bertarung. Politik menghalalkan segala cara
dengan mengadudomba masyarakat dengan memakai Isu agama.
Beberapa
bulan lalu konflik SARA juga terjadi di Tolikara, Papua. Konflik yang
juga menelan korban jiwa, satu mesjid dan ribuan kios yang terbakar. 11
orang tertembak dan 1 orang meninggal dunia.
Konflik SARA
yang terjadi saat ini mirip pasca turunnya presiden Suharto dari pucuk
pimpinan negeri ini. Kasus Ambon (1999-2002), Poso (1998-2001), Sambas
(1997, 1999-2001) dan Sampit (2001). Nyawa tidak sedikit melayang.
Toleransi antara suku dan agama semakin menurun. Sikap emosional memang
tak mengenal pancasila, yang ada hanyalah “bakar dan bakar”.
Melihat
konflik antara agama beberapa bulan terakhir yang terjadi dalam negeri
ini. Saya teringat dengan pesan Gus Dur “ Tuhan tidak perlu dibela”.
Dalam konflik SARA yang perlu dibela adalah umatnya, sisi kemanusiaan
harus dikedepankan dibandingkan solidaritas yang membawa kerugian
terhadap orang lain.
Pemikiran soal kedamaian bukan hanya
diteriakkan oleh Gus Dur, Lagu Jhon Lennon “Imagine” selalu mengigatkan
bawah sadarku karena lagu andalan saat menjelang istirahat di malam
hari. Menurut Jhon Lennon, Perang terus terjadi yang diakibatkan oleh
Negara, Agama dan Tentara. Ia menginginkan kedamaian seluruh umat di
Dunia ini.
Lain halnya dengan pemikiran Hobbes yang
melihat peperangan sebagai sebuah dorongan irasional, anarkis, saling
iri, serta benci sehingga menjadi jahat dan buas, kasar dan berpikir
pendek. Sehingga Hobbes mengemukakan istilah Homo Homini Lupus atau
manusia adalah serigala bagi manusia lain.
JJ. Rousseu pun
mengungkapkan bahwa pada dasarnya manusia dilahirkan itu polos,
mencintai diri secara spontan serta tidak egois. Peradaban dan
kebudayaanlah yang menjadikan manusia kehilangan sifat aselinya sehingga
menjadi kasar dan kejam terhadap orang lain.
Apapun
bentuknya segala bentuk kekerasan dalam negeri ini tidak berdasarkan
hukum orang per orang atau hukum kelompok tertentu, melainkan hukum yang
berdasarkan UUD 1945. Salah satu isi UUD yang melindungi umat beragama
terdapat dalam pasal 29 ayat 2 “Negara menjamin setiap warga negara
untuk memeluk agama dan kepercayaannya serta menjalankan ibadahnya”.
Poin yang sangat jelas untuk menciptakan kerukunan antar umat beragama
di negeri ini.
Semasa duduk di Sekolah Dasar, saya selalu
teringat upacara bendera yang dilaksanakan setiap hari senin, Salah satu
pesan yang melekat dalam bawah sadar “Bhineka Tunggal Ika”,
Berbeda-beda tetapi tetap satu jua. Dalam perjalanan pembentukan negeri
ini dari Sabang sampai Merauke, Warga negara yang berbeda suku dan agama
mampu menyatu dan menjadi Indonesia. Dan menjadi sebuah kebanggaan
dalam dunia international atas kemampuan menyatukan perbedaaan.
Untuk
itu dibutuhkan langkah-langkah dalam penyelesaian konflik antara umat
beragama di Tolikara Papua dan Singkil Aceh dengan menciptakan
rekonsiliasi untuk mengubah konflik menjadi perdamaian. Akar Konflik
harus diketahui dan menciptakan hubungan harmonis antara umat dimasa
yang akan datang. Kedua, rehabilitasi dengan menciptakan pemulihan
terhadap korban untuk menjadi manusia dan memiliki tempat di
tengah-tengah masyarakat. Namun paling penting adalah membangun rasa
saling percaya dan saling pengertian antara sesama umat yang berbeda
keyakinan. Semoga api dalam sekam segera padam dan menciptakan bakteri
baru untuk memperbaiki zat hara tanah dan kembali menciptakan makanan
yang bermanfaat untuk semua umat manusia. Indonesia Pasti Bisa...
Sumber
- Politik kekerasan komunal di Indonesia. Rolip Sapta Maji. Diakses 19 Oktober 2015
- Nama korban tewas dan luka dalam bentrokan massa di Aceh Singkil. Tribun Regional. Diakses 19 Oktober 2015
- Gusdur : Bapak Pluralisme Indonesia Dunia. Hilmar. Diakses 19 Oktober 2015
- Pelanggaran Ham dalam kasus kebebasan beragama, berkeyakinan dan beribadah di Indonesia. Kontras, Mei 2014
- Teknik pemulihan konflik. Materi Firman Nugraha. Diakses 19 oktober 2015
No comments:
Post a Comment