Monday, November 7, 2016

Catatan Protes Ahok



foto dari google.com




2 November pagi, saya kebetulan lagi bersemedi. Kampanye aksi 4 november mulai marak di media sosial twitter dan facebook. Pergerakan  kampanye kuperhatikan baik-baik karena punya banyak waktu untuk online.



Revolusi. Revolusi. kata yang selalu terdengar sewaktu mahasiswa kembali hadir di media sosial. Saya pun berpikiran revolusi bisa saja terjadi mengingat massa aksi yang lumayan besar dan akan tumpah ke jalan-jalan Ibukota Jakarta. Apalagi revolusi Suriah, Mesir, Tunisia dan negara-negara islam memang lagi tren.



Tokoh politik nasional seolah-olah memperlihatkan kondisi negara dalam keadaan genting. Jokowi menemui lawan politiknya Prabowo. Prabowo menemui Pengurus Partai Keadilan Sejahtera (PKS) teman oposisinya. dan  Mantan Presiden Susilo Bambang Yudoyono (SBY) menemui Menteri Wiranto dan Wakil Presiden JK.



Pengurus Gerindra dan Prabowo keesokan harinya, mengingatkan aparat keamanan agar tidak melakukan tindakan represif terhadap peserta aksi 4 november, satu darah tumpah maka Jokowi – JK akan digulingkan. Diikuti dengan SBY yang menggelar konfrensi pers dan meminta agar Ahok diproses hukum demi menyelamatkan negara ini dari kehancuran.



Sebaliknya, Megawati, sebagai Ketua PDIP memprotes sikap organisasi islam yang menolak ahok dianggap tidak nasionalis. Lain halnya dari Surya Paloh, Petinggi Partai Nasdem, Beredar kabar dari kalangan wartawan di Jakarta bahwa meminta Ahok untuk mundur dari pencalonan Gubernur Jakarta.



Namun, apapun komentar dari tokoh politik pendukung Ahok. Dukungan terhadap aksi 4 november terus bertambah dari tokoh  seperti Rahmawati Soekarno Putri (adik Megawati sendiri), Amin Rais, Jenderal Tedjo, Ratna Surampaet, dan beberapa tokoh Islam.



Kegentingan Negara semakin hangat dengan beredarnya informasi mobilisasi aparat keamanan terutama brimob mencapai puluhan ribu dari berbagai daerah termasuk ratusan orang dari Kota Kendari. Kekwatiran aparat akan dibentrokkan dengan para massa aksi demonstrasi sehingga menciptakan martir.



Malam jumat kemarat memberikan ras was-was soalnya kabar revolusi semakin dekat terdengar. Kamar berukuran 3x3, tempatku bersemedi  seolah panas dan menunjukkan tanda-tanda reformasi 98 akan terulang kembali. Sayang, saya tidak bisa ikutan karena lagi berada jauh dari pusat – pusat kota. Tapi kalaupun saya berada di sebuah kota, belum tentu terlibat dalam aksi karena berbeda paham.



Pertarungan ideologi terjadi di twitter, Kelompok liberal dan progresif menuding berbagai macam kelompok islam seperti aksi ditunggangi, aksi kelompok islam ekstrem, kelompok pasukan nasi bungkus, dan berbagai tudingan lainnya. Namun, hal itu tidak menyurutkan semangat peserta aksi untuk terus berdatangan di Mesjid Istiqlal Jakarta malam 4 november.



Seorang kawan lama yang juga ikutan dalam aksi 4 november, yang saya kontak melalui telepon seluler memberitahu bahwa memang sebagian massa aksi didanai oleh oknum-oknum tertentu, namun sebagian besar orang daerah yang ke Jakarta dengan menggunakan biaya sendiri. Bahkan dirinya pun menggunakan biaya sendiri dari hasil jualan sayur di pasar selama ini. Bukan hanya dirinya, tapi ratusan orang kelompoknya menggunakan biaya sendiri berangkat ke Jakarta.



“Aksi 4 november perlu digaris bawahi bahwa murni karena kesadaran bukan karena mobilisasi nasi bungkus, sebagaimana yang dicurigai berbagai pihak selama ini. Kalaupun ada mobilisasi itu datang dari kelompok yang tidak mempunyai pekerjaan tetap”. Pesan terakhir temanku lewat telepon seluler.



Setelah selesai shalat jumat keesokan harinya (4/11), saya pun kembali membuka berita online. Massa aksi sangat besar sekali dilihat dari foto media dan berita tv. Saya pun terperangah dan hanya bisa melotot metode pengorganisiran massa yang dilakukan kelompok islam tersebut.



Tuntutan penegakan konstitusi dan memejarakan ahok terus bergema di tengah massa aksi. Para peserta aksi pun bermaksud untuk menemui langsung presiden Jokowi. Tapi sayang, Jokowi harus kerja dan meninjau proyek di bandara Soekarno Hatta. Jokowi sudah menyiapkan orang-orang untuk menemui peserta aksi. Wiranto, JK, dan Menteri Agama sudah disiapkan sehari sebelumnya.



Namun, lagi-lagi peserta aksi yang mencapai jutaan orang kecewa, karena hanya ditemui Wakil Presiden beserta menteri pembantunya. Massa aksi ngotot ingin menemui langsung Presiden Jokowi. Kondisi ini membuat gaduh peserta aksi dan harus bentrok dengan aparat keamanan. Mobil aparat dibakar dan puluhan peserta aksi menjadi korban penembakan peluru karet dan gas air mata. Dari pihak kepolisian pun ada yang menjadi korban bentrokan.



Kemarahan massa pun semakin menjadi-jadi. Beberapa peserta aksi yang pulang dari Istana menyerang rumah pribadi Ahok di kawasan elit pluit, Jakarta Utara. Hal ini diperparah dengan massa korban penggusuran dari Kampung Pasar Ikan yang berusaha membantu peserta aksi untuk menyerang rumah Ahok.



Massa dari pasar ikan dihadang aparat keamanan sehingga menimbulkan bentrokan. 3 motor aparat dan wartawan dibakar massa. Massa pun semakin beringas dengan menyerang aparat membabi buta. Massa melakukan sweeping terhadap warga keturunan cina dan melakukan penjarahan di minimarket. Aksi massa pasar ikan berlangsung selama 7 jam sampai pukul 02.00 dini hari (5/11).



Protes dari kelompok islam dan korban penggusuran bukan hanya kali ini terjadi. FPI protes sudah berlangsung sejak Ahok akan dilantik menjadi PLT Gubernur DKI Jakarta pada tanggal 3 oktober 2014 dan berlangsung hingga hari ini. Aksi- aksi organisasi islam terus bergulir  dari tahun ke tahun dari tuntutan pemimpin non islam, menolak kebijakan Ahok yang melarang  pemotongan hewan di mesjid saat Idul Adha dan terakhir kasus penistaan agama yang diucapkan Ahok di Pulau Seribu.



Ahok dianggap Korupsi, beberapa kelompok anti korupsi memprotes KPK karena tidak memproses Ahok yang dianggap terlibat dalam korupsi dan merugikan Negara. Kasus yang menimpa Ahok di tiga blok apartemen, trans Jakarta, dan pengadaan tanah Sumber Waras serta penyalahgunaan dana CSR untuk tim kampanyenya.



Kelompok – Kelompok anti penggusuran pun demikian, sering protes ketidakadilan kebijakan terkait pemukiman warga di Jakarta. Penggusuran paksa yang melanda warga di Kalijodo, Waduk Pluit, Pasar Ikan, Kampung Melayu, Bukit Duri dan Reklamasi Jakarta Utara serta daerah lainnya di Jakarta. Tidak sedikit korban yang berjatuhan akibat warga dibentrokkan dengan aparat keamanan. Begitupun korban yang kehilangan tempat tinggal dan usaha.



Menurut catatan LBH Jakarta, ada 113 kasus penggusuran paksa terjadi selama tahun 2015, dengan 8.145 KK dan 6.283 unit usaha menjadi korban. Untuk tahun 2016, LBH menemukan 325 lokasi terancam penggusuran berdasarkan RTRW Jakarta. Korban penggusuran bisa mencapai 3 kali lipat dari kasus 2015. (baca ; Data penggusuran LBH Jakarta)



Tokoh Filasafat, Romo Magnis Suseno pun geram dengan aksi penggusuran yang dilakukan Ahok. Dia menganggap penggusuran merupakan kejahatan di kota orang beradab. “Orang-orang yang hampir tidak memiliki apapun dari sedikit yang mereka punyai, justru diusir dan digusur” kata Romo Magnis. (baca Frans Magnis Suseno : Penggusuran Adalah Kejahatan di Kota Beradab)



Ahok selalu berdalih bahwa penggusuran paksa yang dilakukan untuk memberikan kenyamanan dengan menyiapkan rumah susun sederhana terhadap korban penggusuran. Namun, beberapa riset menunjukkan bahwa sebanyak 6.516 penghuni atau 46 persen dari total 13.896 penghuni rusun tidak mampu bayar uang sewa. Mereka menunggak pembayaran sewa lebih dari tiga bulan. (baca ; 6.516 Penghuni Rusun di Jakarta Tak Bisa Bayar Sewa).



Protes terhadap ahok datang juga dari Aktivis 98, yang juga teman kuliah Ahok di Trisakti, John Muhammad. dia mengirim surat terbuka dengan judul “Tanda Ahok Ingkari Kemerdekaan Kita disingkat TAIKK”. Ia protes ahok karena mengeluarkan kebijakan melarang demonstrasi di beberapa titik di Jakarta. Padahal demonstrasi adalah kemerdekaan dalam demokrasi pasca reformasi.



Protes terhadap Ahok tidak luput dari Tokoh Tionghoa, Jaya Suprana. dia memprotes prilaku ahok yang kadang berkata kasar dan emosional di publik. dia mengingatkan bahwa “kebencian masih hadir sebagai api dalam sekam yang setiap saat rawan membara, bahkan meledak hingga menjadi huru – hara apabila ada alasan”. Jaya Suprana ingatkan Ahok agar menjaga prilaku jangan sampai perbuatan satu orang menimbulkan kebencian terhadap orang tionghoa seluruh Indonesia.



Terlalu banyak yang protes ahok ya.. hehe. Terakhir, protes datang dari akar rumput PDIP Jakarta yang menolak pencalonan Ahok melalui partainya. Bahkan sebagian petinggi PDIP Jakarta sempat menyanyikan lagu menolak dan siap lawan ahok. Namun, suara akar rumput tidak ada artinya karena teryata Megawati memutuskan Ahok – Djarot calon yang diusung PDIP dalam pilkada DKI Jakarta.



Oposisi memanfaatkan momentum dari momentum. Oposisi siap mencengkram dikala lawannya lengah. Kebijakan yang tidak pro rakyat tidak luput dari perhatian oposisi. Kebijakan yang pro investasi Cina dan Amerika yang kadang mengorbankan “rakyat banyak” selalu menjadi perhatian juga.



Ahok diproses hukum, Djarot jadi pengganti Ahok. PDIP tetap menang. Sisa mencari Wakil Gubernur dari partai Nasdem atau Golkar.



Jika Ahok terbebas dari jeratan hukum, maka situasi akan berkata lain. protes – protes kecil dan besar bisa saja bersatu dan terakumulasi menjadi kekuatan baru.

No comments:

Post a Comment

Kebijakan dan Dampak Virus Corona di Indonesia

Ilustrasi Kekuatan ekonomi China sangat luar biasa di dunia saat ini. Kebangkitan ekonomi China bahkan mengalahkan Amerika Serikat. ...