Friday, March 25, 2016

Penolakan Tan Malaka Karena Tidak Paham ?



sumber mainteater.org

Front Pembela Islam (FPI) Jawa Barat melarang pementasan monolog Tan Malaka yang dipelopori oleh Mainteater di Gedung Auditorium Pusat Kebudayaan Prancis, IFI Bandung, beberapa hari yang lalu. Monolog Tan Malaka “SAYA RUSA BERBULU MERAH” ditulis oleh Ahda Imran, Seorang Seniman berdarah Payakumbuh, Sumatera Barat, satu kampung Tan Malaka. Wajar toh bung Ahda membuat karya untuk pejuang dari kampungnya. Berikut sinopsis monolog Tan Malaka.

“ Maret 1946, tengah panasnya revolusi, Tan Malaka ditangkap di Madiun lalu dijebloskan ke penjara. Dibawah pemerintahan PM Amir Syamsuddin ketika itu, Pemerintah menuduh Tan Malaka bersama persatuan perjuangan yang didirikannya telah bersikap oposisi serta merongrong jalannya revolusi........
Dan Kemudian Tan Malaka ditangkap dan dilepaskan tanpa proses pengadilan........... Dan Kemudian Sebelum 1949 di Kediri, Jawa Timur, Kaki Gunung Willis ditembak mati” Sumber Http://wujudkan.com  
Sumatera Barat merupakan salah satu daerah kelahiran Tan Malaka. 5 tahun lalu saya mendapatkan undangan teman untuk jalan keliling di berbagai wilayah Sumatera barat. Dalam perjalanan saya bertemu dengan beberapa orang tua di daerah pedalaman di Kaki Gunung Talang, Kabupaten Solok. Ima kuberi nama emak-emak itu, Saya lupa nama aselinya. Ia banyak bercerita tentang kekejaman Jepang sebelum kemerdekaan, Padi warga dirampas danlalu dibuang ke laut. Strategi perang jepang membuat warga lapar, sehingga tidak mampu melakukan perlawanan. Begitupun dengan anak gadisnya yang cantik-cantik diambil paksa oleh tentara jepang kala itu. 

Menurut Ima, Sosok yang menyerukan perlawanan adalah Tan Malaka, informasi itu beredar cepat kepada seluruh warga sehingga lapar diubah menjadi perlawanan untuk melawan penindasan orang-orang Jepang kala itu.   

Cerita Tan Malaka saya dapatkan juga di Pasar Kota Solok, Seorang bapak-bapak yang menggunakan songkok atau kopiah hitam dan perkiraan sudah berumur 70an tahun sedang duduk di pinggir pasar. Si Bapak bercerita tentang gerilya yang dibangun untuk melawan penjajahan belanda. Semasa kecilnya banyak berkecimpung di Sekolah Rakyat di Padang Panjang, Sumatera Selatan. Dan banyak belajar tentang teknik bergerilya di Sekolah Rakyat. Ilmu yang didapatkan di Sekolah banyak dipakai untuk melawan penjajahan pada zaman belanda. Sekolah Rakyat padang panjang adalah sekolah rakyat yang dibangun oleh Tan Malaka untuk mencerdaskan warga di Kampung halamannya.

Menurut Keterangan Bapak di Pasar Kota Solok. Pada masa pemerintahan Sukarno, Warga pernah juga bergerilya karena diburu oleh tentara. Warga keberatan terhadap Hatta sebagai Wakil Presiden. Warga Sumatera Barat menginginkan Tan Malaka menjadi presiden, karena jasa-jasanya dan keberaniannya dalam menuju Republik Indonesia. Namun keberatan warga berbuah pahit, rumah adat hampir semua hilang karena dibakar oleh tentara di Kabupaten Solok. Dan sebagian besar warga khususnya laki-laki melarikan diri ke hutan.

Cerita Tan Malaka saya dapatkan juga ketika berkunjung di pedalaman sungai batang kapas, Kabupaten Pesisir Selatan. Beberapa orang tua bersemangat bercerita tentang perlawanan bawah tanah Tan Malaka sebelum dan sesudah Kemerdekaan Indonesia.

Begitupun ketika berkunjung Daerah Tanah Datar, Daerah dimana PKS berkuasa pada saat itu, dan merupakan daerah basis terbesar Muhammadyah.  Beberapa orang tua daerah ini bercerita tentang sosok Tan Malaka yang gagah berani menentang penjajahan bangsa asing dan bahkan menyerukan perlawanan terhadap penindasan.

Setelah keliling di berbagai kabupaten di Sumatera Barat, Saya dapat menyimpulkan bahwa sosok Tan Malaka adalah salah seorang pejuang kemerdekaan yang sangat dihormati warga terutama orang-orang tua yang berumur 70an keatas. Dimana Daerah Sumatera Barat juga merupakan daerah yang penganut islam sangat fanatik sampai sekarang ini. Bahkan ketika waktu kunjungan ke Sumatera Barat, pemenang pilkada provinsi adalah Irwan Prayitno, salah satu kader terbaik Partai Keadilan Sejahtera  (PKS).

Nah, Mengapa FPI masih menolak Tan Malaka dan Pemikirannya ?. Toh ternyata pengikut  ideologis Tan Malaka rata-rata penganut paham islam. Seandainya agama dibenci Tan Malaka, tentunya pengikut ideologisnya pun tidak akan menjalankan agama. Islam bahkan makin subur di tanah kelahiran Tan Malaka di Tanah Minang.  Penolakan Front Pembela Islam (FPI) terhadap Monolog Tan Malaka dapat dianggap karena tidak paham latar belakang dan hasil akhir dari ajaran Tan Malaka.

No comments:

Post a Comment

Kebijakan dan Dampak Virus Corona di Indonesia

Ilustrasi Kekuatan ekonomi China sangat luar biasa di dunia saat ini. Kebangkitan ekonomi China bahkan mengalahkan Amerika Serikat. ...