Beberapa hari
yang lalu, saya diajak teman jalan-jalan di permandian alam Moramo. Setelah
kami pulang tidak lupa singgah makan malam di sebuah warung di Landipo,
Kecamatan Moramo, Konawe Selatan. Menunggu persiapan makanan disajikan ibu-ibu
penjaga warung. Ibu Mirna namanya, bukan nama asli. Ia sudah setengah tua
kira-kira antara 45 – 50 tahun.
Mirna bercerita
bahwa warungnya banyak dikunjungi orang asing. “buruh darimana bu ?” tanyaku. “buruh
dari China nak” jawab si ibu.
Buruh dari negeri
China itu sebagian kontrak rumah di Moramo dan sebagian pulang balik Moramo ke Kota
Kendari. Sebagian masyarakat pun senang dengan kedatangannya karena telah
menjual lahan-lahan perkebunan mereka dengan harga tinggi. Setiap kepala
keluarga yang memiliki lahan diberi uang minimal 100 juta bahkan ada yang dapat
milliaran rupiah. Para pemilik lahan dan mafia tanah kaya mendadak gara-gara
penjualan lahan itu.
“untuk apa lahan
itu ?” tanyaku. “smelter katanya nak” jawab si Ibu. Smelter semacam pabrik
pengolahan nikel. “apa nama perusahaannya, bu ?” tanyaku kembali. “tidak kutau
nak”.
Melalui hpku coba
share informasi terkait itu, ternyata media okezone.com (31/08/2015)
memberitakan pertemuan Kementerian Perindustrian dengan Investor asal china
untuk bangun smelter nikel di Konawe Selatan.
Pihak Kementerian
diwakili dirjen industri logam, mesin dan alat transportasi dan elektronika, I Gusti
Putu Suryawirawan. Pihak dari investor diwakili Bank Of China dan perusahaan
Shaanxi Wingwang Investment Holding Co.Ltd. kemungkinan perusahaan ini yang
investasi di Landipo, Kecamatan Moramo, Konawe Selatan.
“Berapa banyak
pekerja asing dari China yang bekerja di perusahaan itu, bu” tanyaku. “saya
tidak jumlah persisnya tapi puluhan yang sering makan disini, nak’ jawab si
ibu. Dia rupanya tidak mengetahui pasti jumlah pekerja asing yang bekerja di
Landipo, Moramo.
Saya kembali
membuka hpku untuk mencari berita terkait jumlah pekerja asing di Landipo,
Moramo. Mbah google tidak bisa memberikan data yang pasti. Berita terkait
keberadaan pekerja asing hanya satu kali, itupun kasus pekerja asing illegal.
ZonaSultra.com
(20/09/2016) memberitakan tiga pekerja asing asal China ditangkap pegawai migrasi
kelas 1 kendari karena dianggap aturan keimigrasian. Nama pekerja asing yang
ditangkap yakni Wang XChao, Zhou Hui dan Luo Whenshui.
Menurut Ibu
Mirna, kedatangan para pekerja asing tentunya akan membuat laris makanan yang
dijual selama ini. Tapi dampak kedepannya terhadap masyarakat banyak akan lebih
parah karena tanah mereka sudah dimiliki. Begitupun pekerja biasanya perusahaan
asal china menyiapkan sendiri tenaga kerjanya mulai dari tukang masak hingga
pekerja professional. Jadi selain masukan modal sekaligus masukan manusianya.
Situasi ini dapat menimbulkan kecemburuan sosial terhadap masyarakat lokal.
Makanan sudah
jadi dan siap untuk disajikan. Kamipun berhenti berbicara sejenak. Menu
makanannya lumayan enak, ayam dan ikan bakar. Harganya pun sudah standar
restoran kendari sebesar Rp.25.000 per porsi.
Setelah selesai
makan, saya memesan segelas kopi sambil merokok. Si ibu kembali duduk dibangku
depan kami dan perbicangan kami lanjutkan. Si Ibu kembali mengeluhkan banyaknya
orang asing yang masuk ke Sulawesi Tenggara. Ia pernah naik pesawat dari
Makassar dan dalam pesawat ada ratusan pekerja asing dari China masuk kendari.
Menurut pihak
bandara, pekerja asing itu akan menuju Marowali dan Konawe, Kecamatan Marosi
dan Bondoala. “mereka katanya akan bekerja di perusahaan tambang.
Menurut data
Bisnis.com (29/05/2015), Perusahaan pengolahan hasil tambang (smelter) yang
banyak mengundang orang asing masuk ke Marowali adalah PT Sulawesi Mining
Investment (SMI). SMI merupakan perusahaan gabungan antara B*ntang De*apan
Group dengan Investor asal China, Tsingshan, anak usaha Dingxin Group. Jumlah
orang yang bekerja saat ini mencapai 5.000 orang dan tenaga kerja akan terus
bertambah hingga 2017 menjadi 12.000
orang.
Perusahaan
smelter yang beroperasi di Morosi dan Bondoala, Konawe Selatan adalah
Perusahaan asal China, Virtue Dragon Nickel Industry. Data yang dhimpun
ZonaSultra.com (21/07/2016) melalui Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Konawe
menyebutkan pekerja asing sebanyak 414 orang, lebih banyak dibandingkan pekerja
lokal yang hanya 246 orang. dan data itu baru yang dilaporkan, Dinas Tenaga
Kerja belum melakukan pengecekan langsung di lapangan.
Soal data jumlah
pekerja asing memang belum ada data pasti sampai saat ini. Namun, Kepala Kantor
Hukum HAM Sultra, Ilham Djaya melalui media antara.com (29/01/2016) pernah
menyebutkan sebanyak 6.000 pekerja asing yang beroperasi di Sulawesi Tenggara.
Data ini masih perlu verifikasi lagi, 10 bulan terakhir makin gencar pekerja
masuk ke sultra melalui Bandara Haluoleo.
Kedatangan para
pekerja asing asal china tidak lain untuk membangun smelter perusahaan tambang.
Kebijakan pembangunan smelter itu tidak terlepas dari kebijakan pemerintah yang
melarang perusahaan tambang untuk mengekspor bahan mentah tambang ke luar
negeri. Semua perusahaan tambang diwajibkan membangun smelter. Tujuan dari pembangunan smelter untuk
meningkatkan harga hasil tambang dan tentunya akan meningkatkan pendapatan Negara
kedepan.
Yang menjadi
pertanyaan kemudian, apakah pekerja asing itu hanya sebatas membangun smelter atau
akan tinggal selamanya di Sulawesi Tenggara ?.
Setelah
menjelaskan jumlah dan asal usul pekerja asing yang masuk ke Sulawesi Tenggara,
saya kembali serumput kopi hitam yang disajikan Ibu Mirna. Ibu mirna kembali
mengulangi kekwatirannya terhadap deskriminasi perusahaan tambang asing itu
terhadap pekerja lokal dan menimbulkan konflik kedepannya.
Kekwatiran Si Ibu
Mirna sebenarnya sudah muncul beberapa bulan terakhir. Perlawanan demi
perlawanan terjadi. Antara warga lokal
dengan perusahaan, antara pekerja lokal dengan pekerja asing dan protes dari
pihak intelektual dan birokrasi.
Pekerja lokal
pernah melakukan demonstrasi besar-besaran di perusahaan Virtue Dragon Nickel
Industry di Morosi, Konawe (24/07/2016). Koordinator Lapangan aksi massa,
Muhammad Ikram Pelesa melalui liputan kompas.com mengatakan, sebanyak 412
pekerja lokal yang di PHK sejak april hingga juli 2016. Ironisnya, para pekerja
lokal yang di PHK tidak mendapatkan pesangon.
Kalaupun bekerja
bersama kerap terjadi deskriminasi. Liputan tempo (31/08/2015) menyebutkan
pekerja lokal mengeluhkan perlakuan tidak adil yang diterima dibandingkan buruh
dari china. Pegawai kasar dari China digaji Rp. 4 - 10 juta perbulan, sedangkan
pekerja lokal hanya digaji maksimal Rp. 2 juta perbulan. Begitupun dalam hal
penginapan dan menu makanan, Pekerja dari China mendapatkan fasilitas dan
makanan mewah, sedangkan pekerja lokal hanya menyantap nasi bungkus di warung.
Perlawanan warga
lokal konawe terhadap perusahaan PT VDKI juga dilaporkan Musni Umar, Seorang sosiolog
melalui blog kompasiana. Ia mencatat bahwa, warga marosi pernah konflik dengan
pekerja asing, bahkan ada yang meninggal dunia dari pihak pekerja asing. Namun dilarang
diberitakan di media.
Bahkan protes pun
datang dari Pejabat Kota Kendari, Bapak Walikota Asrun, Ia menyatakan
pembangunan smelter dan pabrik forenikel di Konawe tidak memberikan manfaat
apa-apa kepada rakyat setempat khususnya, rakyat Sulawesi Tenggara dan
Indonesia umumnya (Musni Umar, Kompasiana).
Protes juga
muncul dari kelompok Mahasiswa Universitas Halu Oleo UHO dari berbagai Fakultas
saat memperingati hari sumpah pemuda. Laporan tegas.co (28/10/2016)
memberitakan ratusan mahasiswa menyegel kantor DPRD Sulawesi Tenggara dan
memblokade jalan protokol. Aksi Mahasiswa UHO menolak pekerja asing yang masuk
ke Sulawesi Tenggara, karena warga lokal masih banyak yang memerlukan pekerjaan.
Protes juga
datang dari kelompok pekerja ketika melakukan Aksi May Day 2016. Organisasi
yang menolak pekerja asing di Sulawesi Tenggara adalah dalam Serikat Buruh
Konstruksi Bangunan (SBKB) dan Serikat Buruh Sejahtera Indonesia (SBSI).
Penolakan terhadap
pekerja asing yang akan menyingkirkan pekerja lokal memang sangat menjadi
dilematis, karena dalam aturan pemerintah pusat, pekerja asing yang boleh di
Indonesia hanyalah tenaga ahli. Namun ternyata pekerja asing asal china
kebanyakan pekerja kasar seperti kuli, sopir mobil dan sebagainya.
Apalagi jika
dilihat data statistik pengangguran di Sulawesi Tenggara mengalami peningkatan,
februari 2016 mencapai 45.819 orang atau meningkat 3,7% jika dibandingkan
periode tahun 2015. Data ini dipublikasi BPS bulan mei kemarin.
Walau bagaimana
nasi sudah jadi bubur. Presiden Jokowi pun tak mampu membendung kedatangan
pekerja asing yang masuk di Sulawesi Tenggara. Dalam wawancara pada peringatan
hari koperasi (21/07/2016), Jokowi mengatakan, tidak bisa mengeluh dengan
kedatangan pekerja asing yang masuk ke indonesia karena penerapan ekonomi
global sudah diteken sebelas tahun lalu, dan diberlakukan sejak enam bulan
lalu.
Dari pengamatan
penulis, perjanjian yang dimaksud Jokowi adalah Kawasan Perdagangan Bebas ASEAN
– CINA (ACFTA). Perjanjian ini ditanda tangani di Phnom Penh, Kamboja tanggal 4
November 2002. Penandatangan dilakukan oleh 10 negara anggota persatuan ASEAN
dan Negara China. Waktu itu dari Indonesia diwakili oleh Megawati Sukarnoputri
sebagai Presiden Indonesia.
Ibu Mirna hanya
mangguk-mangguk antara mengerti dan tidak..hehehe. Tetapi penolakan itu akan
terus terjadi kalau deskriminasi dan penguasaan wilayah untuk merebut
sumberdaya alam terus dilakukan oleh perusahaan asing di Sulawesi Tenggara.
Manajemen konflik akan terus berperan penting agar tidak menimbulkan korban.
dan semoga rakyat lokal makin sejahtera.
Selain itu, Keberadaan
pekerja asing di Sulawesi Tenggara perlu pengawasan intensif dari pihak
keamanan dan pihak terkait lainnya. Jangan sampai keberadaan mereka tidak hanya
merebut sumber daya alam, tetapi juga akan melakukan gerakan penjajahan gaya
baru.
Sebelum saya
meninggalkan warung makan si Ibu, saya hanya berpesan, teruslah bereksprimen
makanan, makanan enak dagangan pasti laris. Pekerja butuh makan.. hehe.. dan
ingatkan anak-anak kita untuk sekolah tinggi-tinggi, agar bisa bekerja
profesional dan tidak lagi mengimpor tenaga ahli dan modal dari luar negeri.
Si Ibu,
“he.he.he” hanya ketawa.. dan pesan si ibu “kalau ke Moramo jangan lupa singgah
makan sini lagi nak”.. “okemi bu. terima
kasih banyak kopi dan makanannya” jawabku.
No comments:
Post a Comment