Momentum peringatan setahun kepemimpinan Ali Mazi dan Lukman Abunawas sebagai gubernur dan wakil gubernur Sulawesi Tenggara diperingati berbagai pihak. Berbagai macam cara warga menyambut hari baik itu, melakukan pujian lewat media sosial dan hadir langsung mendengarkan pidato politik di Hotel Claro, Kota Kendari (5/9). Tak luput pula kritikan terhadap orang nomor satu di Sulawesi Tenggara, mulai dari protes di media sosial, protes langsung hingga aksi demonstrasi.
Kemenangan Ali Mazi – Lukman Abunawas dalam pertarungan pemilihan gubernur Sulawesi Tenggara penuh dengan kejutan – kejutan. Keduanya diusung partai Nasdem dan partai Golkar serta Partai PBB. Sebelum pemilihan berlangsung lawan – lawannya tumbang dengan sendirinya. Asrun, mantan walikota Kendari dua periode sebagai lawan terkuatnya harus berakhir di komisi pemberantasan korupsi (KPK), karena terkena operasi tangkap tangan (OTT) saat menerima uang suap untuk kepentingan kampanye pilgub dari PT Sarana Bangun Nusantara Hasmun Hamzah sebesar Rp 6,7 miliar. Hugua sebagai pasangan Asrun harus berjuang sendiri memperebutkan kursi gubernur Sulawesi Tenggara sampai titik akhir.
Rival lain yakni pasangan Rusda Mahmud – Safei Kahar. Jantung pergerakan keduanya berada di daratan dan kepulauan Sulawesi Tenggara. Untuk wilayah daratan berada di wilayah Kolaka dan sekitarnya. Untuk wilayah kepulauan berada di Buton dan sekitarnya. Sayangnya, anak kandung Safei Kahar yang menjabat sebagai Bupati Buton Selatan, Agus Feisal Hidayat harus berakhir di KPK, karena tertangkap tangan menerima sogok sebesar Rp 409 juta rupiah dari seorang kotraktor swasta, Tonny Kongres. Pergerakan Rusda – Safei pun mulai pincang dengan hanya mengandalkan pergerakan di daratan Sulawesi Tenggara. Akhirnya Ali Mazi – Lukman Abunawas memenangkan pertarungan pemilihan gubernur Sulawesi Tenggara dengan mudah tanpa perlawanan berarti dari rivalnya.
Janji politik
Pada masa kampanye, Ali Mazi menggaungkan visi untuk mewujudkan Sulawesi Tenggara yang Aman, Maju, Sejahtera dan Bermartabat. Menjabarkan visi dalam 7 misi; 1) aman ekonomi, 2) aman pangan, 3) aman kesehatan, 4) aman lingkungan, 5) aman pribadi, 6) aman komunitas, dan 7) aman politik.
Pasca terpilih Ali Mazi kerap ditagih janji politiknya oleh warga Sulawesi tenggara. Beberapa janji politik yang sering terdengar dari Warga yakni pertama, pada masa kampanye Ali Mazi berjanji akan membangun jalan yang rusak sepanjang 25 km di Kecamatan Lalembuu, Konawe Selatan. Janji itu tertuang dalam kontrak politik yang ditandatangani Ali Mazi pada tanggal 25 september 2017. Seorang pemuda lalembuu nekat melakukan aksi solo menyiram dirinya lumpur yang menggenangi jalan poros demi menagih janji politik.
Kedua, Gubernur Sulawesi Tenggara pernah berjanji akan menjadikan struktur birokrasinya seolah plural dengan menempatkan orang muna sebagai sekertaris daerah (SEKDA) provinsi Sulawesi Tenggara. Maklum Ali berasal dari Buton dan wakilnya berasal dari Tolaki. Janji Ali ditagih oleh tokoh masyarakat Muna, La Ode Halami. Namun belum juga terpenuhi sampai hari ini.
Ketiga, Gubernur Sulawesi Tenggara ketika masa kampanye pilgub 2018 lalu, pernah berjanji dihadapan ribuan masyarakat Wawonii untuk mendukung penolakan tambang. Beberapa bulan terakhir, perusahaan tambang memaksa untuk melakukan ekspolitasi tambang di Wawonii, Kabupaten Konawe Kepulauan. Mahasiswa dan masyarakat Sulawesi Tenggara kerap melakukan aksi menagih janji politik Ali Mazi untuk Wawonii.
Keempat, Janji kampanye Gubernur Sulawesi Tenggara untuk memekarkan Kepulauan Buton menjadi provinsi tersendiri. Enam kabupaten yang rencana keluar dari provinsi Sulawesi Tenggara meliputi Bau-Bau, Buton, Buton Selatan, Buton Tengah, Buton Utara, dan Wakatobi. Harmin Hari tokoh masyarakat Buton terus menagih janji politik untuk pemekaran kepulauan Buton.
Hal lain yang perlu diselesaikan
Selain menagih janji politik, beberapa hal penting yang perlu untuk diselesaikan pada masa dua tahun kepemimpinan Gubernur Sulawesi Tenggara kedepan. Pertama, Aman lingkungan dan aman pangan. Dibawah kepemimpinan Ali Mazi, kita mengalami bencana banjir yang luar biasa besarnya pada juni lalu. 7 Kabupaten/Kota yakni Kota Kendari, Konawe Utara, Konawe, Konawe Selatan, Kolaka Timur, Buton Utara dan Bombana terdampak banjir. Daerah terparah kabupaten Konawe Utara dan Konawe. Data Pemerintah Konawe Utara sebanyak 18.000 jiwa terdampak dan 9.000 jiwa mengungsi, sedangkan dampak di Kabupaten Konawe 18.408 jiwa mengungsi dan 193 rumah hanyut dan 5.762 rumah terendam banjir.
Penyebab banjir karena kerusakan lingkungan sangat parah ditambah intesitas hujan yang sangat tinggi. Para ahli lingkungan sudah sejak lama memperingatkan ancaman bencana banjir di Sulawesi Tenggara yang diakibatkan kerusakan lingkungan karena pembukaan tambang dan perkebunan sawit di kawasan resapan air. Namun, program rehabilitasi lingkungan belum juga dilakukan secara massif. Daerah aliran sungai (DAS) menjadi sasaran utama tempat berkumpulnya lumpur sehingga sungai semakin dangkal dan mengurangi kekuatan menampung debit air. Salah satu sungai yang paling kritis adalah DAS wanggu yang berujung di Teluk Kendari dan DAS yang melintas di Konawe Utara meliputi Sungai Lasolo, Sungai Lalindu, Landawe dan Langkikima.
Ironisnya, Gubernur Ali Mazi malah seolah-olah mendukung aktivitas pertambangan dan perkebunan sawit dengan komentar – komentarnya di media massa mengatakan, penyebab banjir bukan karena pertambangan dan perkebunan sawit. Indikasi dukungan sangat kuat terhadap para pemodal. Disisi lain, wakil gubernur Lukman Abunawas mengatakan penyebab banjir tidak lain karena usaha pertambangan dan perkebunan sawit yang massif tidak dibarengi dengan pemulihan lingkungan.
Dampak bencana yang lain, keamanan pangan yang terancam, Menurut Kepala Dinas Tanaman Pangan dan Ternak Sulawesi Tenggara, Muhammad Nasir yang diliput kumparan.com menyatakan, dampak banjir mengakibatkan gagal panen sekitar 5.855 hektare sawah. Luas sawah yang terendam di Konawe sebanyak 4.649 hektare, Kolaka Timur 1.115 hektare, Kolaka 61 hektare, dan Konawe Selatan 30 Hektare. Data itu belum termasuk data yang diungkapkan BPBD Konawe Utara yang menyatakan, dampak banjir sebanyak 970 hektar sawah, 94 hektar perkebunan, 420 hektar lahan untuk perikanan. Jika jumlah total lahan yang terendam banjir 6.825 hektare, dengan rata-rata hasil per hektar 5 ton. Maka kita kekurangan produksi sebanyak 34.125 ton tahun ini. Bencana banjir sangat berdampak terhadap hasil pangan, sehingga mengharuskan mendatangkan beras dari luar Sulawesi Tenggara.
Situasi lingkungan yang makin buruk makin dirasakan warga sehingga muncul berbagai protes terhadap perusahaan yang eksploitasi sumber daya alam di Sulawesi Tenggara. Kondisi yang menyimpan api dalam sekam. Beberapa daerah yang gencar melakukan protes terhadap perusahaan pertambangan dan perusahaan perkebunan seperti Konawe Selatan, Konawe, Konawe Kepulauan, Bombana, Kolaka dan Kolaka Utara. Media massa hampir setiap hari memberitakan protes masyarakat. Kondisi yang menyimpan api dalam sekam, kalau tidak tertangani dengan baik, maka akan berdampak pada konflik sosial. Bisa saja terjadi antar masyarakat pendukung melawan masyarakat penolak, antara masyarakat melawan aparat keamanan, antara masyarakat melawan pihak perusahaan dan kaki tangannya.
Kedua aman ekonomi, Jumlah penduduk miskin makin bertambah di Sulawesi Tenggara. Berdasarkan data BPS 0,73 ribu orang, dari 301,85 ribu orang pada September 2018 menjadi 302,58 ribu orang pada maret 2019. Uniknya, penduduk pedesaaan berkurang 1,04 ribu orang, sementara daerah perkotaan bertambah 1,77 ribu orang. Sebenarnya ukuran kemiskinan yang dipakai BPS Sulawesi Tenggara tidak bisa sepenuhnya dijadikan dasar untuk mengukur tingkat kemiskinan, karena nilainya terlalu rendah hanya Rp.327.402 per kapita per bulan. Pengeluaran setiap orang hanya Rp. 10.913 per hari, uang itu hanya cukup untuk membeli beras, belum lauk pauk dan gas dan lainnya. Uang Rp. 10.000 hanya cukup makan nasi kuning sekali di depan Kampus Haluoleo.
Kemiskinan yang makin bertambah, berbanding terbalik dengan laporan BPS Sulawesi Tenggara per mei 2019 yang menyatakan, pertumbuhan ekonomi Sulawesi Tenggara 6,33 persen. Artinya apa, terjadi ketimpangan yang sangat lebar antara kelas bawah dan kelas atas. Berdasarkan data BPS Sultra bahwa memang telah terjadi ketimpangan, bahkan pada tahun 2019 terjadi kenaikan mencapai 0,007. Rasio gini sebesar 0,392 pada bulan September 2018 naik menjadi 0.339 pada bulan maret 2019. Hampir mirip rasio gini secara nasional. Lembaga SMERU diliput kompas.com mengungkapkan, data ketimpangan di Indonesia, 30 persen total kekayaan nasional dimiliki 10 persen penduduk terkaya dan sementara 40 persen penduduk lapisan terbawah memiliki 16 persen total kekayaan. Hal ini yang juga berlaku di Sulawesi Tenggara, kekayaan bertumpu pada kelas atas. Menekan laju ketimpangan ekonomi ini yang perlu menjadi pekerjaan rumah Ali Mazi – Lukman Abunawas kedepan, agar tidak menciptakan sistem ekonomi “orang kaya tetap menjarah, orang miskin makin melarat”.
Terakhir, kondisi ekonomi yang terjadi di Kota Kendari dan Kota Bau-bau yang mengalami deflasi agustus 2019. Situasi yang tidak asing ditelinga. Dampak karena kurangnya uang yang beredar sehingga harga – harga barang yang turun drastis. Bila situasi ini terjadi pembiaran maka akan terjadi ketidakpercayaan pengusaha terhadap pemerintah, bisa juga berdampak pada pemutusan hak pekerja dari perusahaan jikalau deflasi terus-terusan terjadi.
Ketiga, aman komunitas dan pribadi. 1). Konflik internal antara Gubernur dan Wakil Gubernur Sulawesi Tenggara beberapa bulan terakhir sering tercium melalui komentar-komentar yang tidak pernah selaras dalam melihat suatu permasalahan di media massa. Lucunya, konflik bukan hanya terjadi antara beliau, tetapi terjadi juga sampai kerabat – kerabat hingga pendukungnya bahkan sering menjelekkan baik di dunia nyata maupun lewat media sosial yang dibaca banyak orang. Ketidakselarasan sangat mengganggu berjalannya pemerintahan apalagi dalam persoalan pemilihan Sekertaris Daerah dan pemilihan Kepala SKPD. 2). Konflik antar suku yang terjadi Kabupaten Buton hingga bakar-bakaran rumah. Kondisi yang mencoreng nama baik sampai tingkat nasional. Seolah keberagaman antara suku yang mulai luntur di Sulawesi Tenggara, padahal dari dulu dihuni berbagai suku lokal dan suku pendatang transmigrasi dan seterusnya.
Masukan
Pertama, Lingkungan yang aman dari bencana banjir sudah tepat dengan pembangunan tiga bendungan dari Pemerintah Pusat yakni bendungan Ladongi di Kolaka Timur dengan kapasitas 45,9 juta meter kubik, bendungan Ameroro dengan kapasitas 55 juta m3 di Kabupaten Konawe, dan bendungan pelosika dengan kapasitas 822 juta meter kubik di Konawe.
Namun itu tidak cukup, pengelolaan sumber daya pembangunan secara berkeadilan dan berkelanjutan perlu diwujudkan dalam tindakan nyata ; 1) Pembongkaran RTRW Sulawesi Tenggara secara besar-besaran perlu dilakukan untuk melindungi kawasan-kawasan resapan hujan dan hutan agar tidak dijadikan sebagai lahan pertambangan, perkebunan dan usaha ekstraktif lainnya. 2). Pemberdayaan masyarakat untuk pelestarian lingkungan dan menjaga kepastian hukum kepemilikan lahan perkebunan rakyat, agar tidak selalu diklaim pihak perusahaan dan kaki tangannya, berdampak pada konflik. 3). Mencabut IUP pertambangan dan perkebunan yang tidak tunduk patuh terhadap aturan pelestarian lingkungan yang berkelanjutan. 4). Meningkatkan produktivitas petani padi dengan mengelola pertanian sistem organik dan melindungi dari bencana serta menciptakan pasar yang baik. Sultra harus surplus beras agar tidak terus-terusan tergantung dengan pihak luar Sulawesi Tenggara. Begitupun dengan bahan pokok lainnya harus diciptakan secara mandiri yang dikelola BUMD khusus seperti ; pabrik minyak, pusat peternakan ayam petelur daging, perikanan ikan, gula, pabrik susu, pabrik garam dan pabrik bahan bakar minyak sendiri.
Kedua, persoalan kemiskinan dan ketimpangan tidak dapat diselesaikan hanya dengan memberikan bantuan karitatif kepada orang miskin. Tetapi harus diselesaikan dengan meningkatkan akses rakyat terhadap sumber ekonomi, sosial, dan politik. Sepanjang tidak diselesaikan maka akan terus terjadi dan menciptakan sekat yang lebar antara si kaya dan si miskin. Penyelesaian ketimpangan membutuhkan keberanian melakukan perubahan struktural pada akses ekonomi, sosial dan politik, agar jarak kesenjangan dapat dikurangi dan mendorong pertumbuhan ekonomi yang lebih baik. Sebaliknya pertumbuhan ekonomi yang tinggi tanpa perbaikan kesenjangan maka akan menimbulkan masalah baru dalam masyarakat. Begitupun dengan deflasi kota Kendari dan Kota Bau-Bau harus teratasi karena akan semakin meningkatkan tingkat kemiskinan di perkotaan. Peningkatan kemiskinan di perkotaan cukup pada periode September 2018 – Maret 2019, selanjutnya diharapkan terjadi perbaikan kedepan.
Ketiga, Lunturnya nilai-nilai keberagaman dan pluralism di Sulawesi Tenggara, dengan terjadi konflik di Buton, tetapi dari kacamata penulis, Sulawesi Tenggara sangat kental dengan gerakan radikal terutama kelompok – kelompok yang kalah dari Pilpres maupun kelompok yang organisasinya dibubarkan oleh Negara. Untuk mengantisipasi nilai-nilai yang jauh dari cita-cita pancasila baiknya dibarengi dengan peningkatan pendidikan kebudayaan mulai tingkat Sekolah Dasar hingga SMA Se – Sultra. Ruang – ruang radikalisme bersarang harus dideteksi sejak dini demi menghidari hal – hal yang tidak diinginkan kedepan.
Untuk konflik internal antara pribadi gubernur dengan wakil gubernur yang mengikutkan kerabat dan pendukungnya baik dunia nyata maupun dunia maya, baiknya diselesaikan secara kekeluargaan. Silahkan berkonflik tapi janganlah ditampakkan ke publik sampai saling lapor di POLRI. Kami tidak butuh anda berkonflik, tetapi kami butuh anda membuat kebijakan yang berpihak ke orang banyak, terutama kebijakan perbaikan lingkungan dan ekonomi di Sulawesi Tenggara.
Terakhir, bukalah dan bacalah visi misi dan program yang pernah dijanjikan ke masyarakat pada saat kampanye setahun lalu. ‘Vox populi vox dei”, suara rakyat adalah suara Tuhan. Suara tuhan ini berada dalam hati nurani kita. Karena itu, kepentingan rakyat tidak boleh diabaikan ketika pemberi harapan (janji) menjabat sebagai pemimpin.
Catatan : Kami menulis karena tidak punya akses bertemu langsung dengan Gubernur dan Wakil Gubernur Sulawesi Tenggara
Penulis : Naruto, Pengamat
No comments:
Post a Comment