Wednesday, January 31, 2018

Populisme Kanan Dan Kehancuran Demokrasi

Ilustrasi

Beberapa hari yang lalu, Populisme kanan menjadi bahan pembicaraan dalam forum ekonomi dunia atau world economic forum (WEF) di Davos, Swiss. Penyebab kehancuran dunia diprediksi para tokoh dunia adalah terorisme, perubahan iklim dan populisme kanan. Dalam artikel ini yang menjadi sorotan adalah populisme kanan.

Angela Markel dari Jerman dalam pidato di acara WEF mengatakan, Populisme kanan di Eropa ibarat racun di masyarakat. Kebijakan populis kanan bersifat nasionalis yang akan memperlemah ikatan international. 

Menurut wikipedia, Sayap kanan atau kelompok kanan mengacu pada spektrum politik yang biasanya dihubungkan dengan konservatisme, leberalisme klasik, kelompok kanan agama dan nasionalisme otoriter. Istilah itu berasal dari pengaturan tempat duduk dewan legislatif pada revolusi perancis, ketika kaum monarki yang mendukung Ancien Ragime memilih tempat duduk bagian kanan di ruangan legislatif.

Karakter gerakan populis menurut Ernest Laclau yang dikutip dari artikel Airlangga Pribadi, adalah gerakan yang berkarakter reaktif dan bertendensi fascistik saat proses tuntutan demokratik dari bawah dibelokkan dan berpisah dari artikulasi kepentingan rakyat yang tersisihkan maupun agenda-agenda xenophobic dan rasis, sehingga dikunci potensinya sebagai gerakan perlawanan liberatif-demokratik.

Beberapa gerakan populisme kanan di Eropa seperti yang disebutkan Angela Markel dalam pidatonya di acara WEF, Salah satunya adalah Partai kanan di Jerman yakni Alternative Fu Deutschland, AID, yang dipimpin Frauke Petry. Partai konservatis kanan membubuhkan sikap yang anti islam, anti uni eropa dan anti imigran. Isu anti imigran muslim disebabkan karena dianggap sebagai aktor berbagai aksi teroris di Jerman dan Prancis.

Begitupun di Prancis, Partai National Front (FN) dibawah pimpinan Marine Le Pen dianggap sebagai partai dengan ideologi ekstrem kanan. Le Pen dalam setiap diskusinya menggunakan sentimen anti minoritas, anti imigran dan anti uni eropa. Isu anti imigran khususnya umat muslim disebabkan dari melambatnya ekonomi dan meningkatnya pengangguran, ditambah dengan beberapa tahun terakhir, prancis sering diserang dengan aksi teroris yang berafilisasi dengan ISIS.

Di Inggris, Partai United Kingdom Independence Party (UKIP) yang dipimpin Nigel Farage dianggap sebagai partai populis kanan. Dalam proses melakukan penggalangan suara menggunakan sentimen anti orang asing. Bukan hanya itu, UKIP berhasil menggiring opini publik dan memenangkan BREXIT atau keluar dari Uni Eropa.

Mirip di Inggris, Partai Fve Star Movement yang dipimpin Beppe Grillo mengkampanyekan, akan mengadakan referendum untuk meninggalkan UERO dan menghidupak mata uang lira dan bahkan bisa mengikuti Inggris keluar dari Uni Eropa. Austria pun demikian, dibawah pimpinan Norbert Hofer, mengagungkan "Austria First" mirip kampanye Trump "Amerika First".

Populis kanan Belanda dipelopori partai PVV dibawah pimpinan Geert Wilders. Dia salah seorang anggota perlemen Belanda. Dia mengkampanyekan isu pengangguran dengan menolak imigrasi dan negara-negara Uni Eropa yang lebih miskin.

Setelah eropa, Kita pindah ke Negara paling populis kanan di dunia yakni Amerika Serikat melalui kampanye Presiden Trump. Pernyataan  populis kanan beberapa kali terlontar dan melahirkan kebijakan yakni pertama, Mengakui Yarusalem sebagai ibukota israel. Kedua, Menyebut Haiti dan Afrika sebagai wilayah busuk, karena beberapa warganya mengungsi ke Amerika. Ketiga, menyebut Imigram Meksiko sebagai kriminal dan pemerkosa, terutama yang berada di Amerika Serikat. Keempat, Mendeteksi dan melarang negara yang memiliki organisasi teroris memasuki Amerika Serikat, meliputi Iran, Irak, Libya, Somalia, Sudan, Yaman dan Suriah. 

Menurut Michael J. Abramowitz, Presiden Freedom House menambahkan pelemahan demokrasi AS. Abramowitz mengatakan "Sebagian perilaku Presiden AS menunjukkan frustasi check dan balance negara demokratis yang ditandai pelemahan pengadilan independen, pelemehan legislatif, pelemahan pers dan kurangnya partisipasi warga pada tahun 2017". 

"Bangkitnya pemimpin populis kanan yang memikat sentimen anti imigran dan kurang perhatian terhadap kebebasan sipil dan politik " lanjut Abramowitz dalam artikelnya yang berjudul "Democracy in Crisis"

Begitupun dengan Soros, Korban Holocoust dalam pidatonya dikutip dari BBC, menyebutkan "masyarakat terbuka mengalami krisis dengan berbagai bentuk keditatoran dan negara mafia, dicontohkan Putin di Rusia sedang bangkit. Donald Trump sebagai calon diktator diramalkan tidak akan bertahan sampai akhir masa jabatannya". Dia menyoroti kemunduran demokrasi AS yang diakibatkan gerakan diktator.

Gerakan populisme kanan di Eropa dan Amerika dianggap dapat merusak nilai-nilai demokrasi seluruh dunia. Gerakan populis kanan ditandai sikap nasionalisme semu, otoriter, anti imigran, anti kerjasama ekonomi dengan negara luar, dan anti agama dan bangsa lain. penyebab munculnya berbagai faktor, Pertama, terorisme yang banyak didalangi oleh kelompok ekstrem di Eropa dan Amerika. Kedua, faktor situasi ekonomi yang sulit yang mengakibatkan meningkatnya pengangguran. Ketiga, Strategi para politisi untuk meraup suara masyarakat. 

Karena itulah tema pertemuan WEF yang digelar 23-26 Januari di Davos, ialah Creating a shared future in a fractured world atau menciptakan masa depan bersama di dunia yang retak. Menurut pendiri WEF, Klaus Schwab, "Saat ini ada bahaya nyata dari runtuhnya sistem global, Tapi perubahan tidak terjadi begitu saja, semuanya ada di tangan kita untuk memperbaiki kondisi dunia" 

Dikutip dari berbagai sumber

No comments:

Post a Comment

Kebijakan dan Dampak Virus Corona di Indonesia

Ilustrasi Kekuatan ekonomi China sangat luar biasa di dunia saat ini. Kebangkitan ekonomi China bahkan mengalahkan Amerika Serikat. ...