Sunday, February 4, 2018

Gizi Buruk Di Daerah Lumbung Pangan

Ilustrasi

Sulawesi Tenggara mengalami surplus pangan setiap tahun dan bahkan dijadikan kawasan lumbung pangan, tetapi gizi buruk merajalela di berbagai Kabupaten dan Kota.

Ironis, gizi buruk merajalela padahal Sulawesi Tenggara terkenal dengan wilayah daratan dan kepulauan yang memiliki sumber pangan melimpah bahkan dijadikan sebagai lumbung padi nasional. Sumber pangan seperti tanaman pangan dan holtikultura, peternakan, perkebunan dan perikanan. 

Khusus untuk produksi padi terus mengalami peningkatan dari tahun ke tahun. Menurut Kepala Bidang Tanaman Pangan Dinas TPP SULTRA, Antoni Balaka yang diliput beritakota kendari (03/2017), Produksi padi pada tahun 2016 mencapai 696.945 ton dengan luas panen 173.496 ha, jumlah tersebut mengalami peningkatan 5,48 persen dibandingkan tahun 2015.

Wilayah produksi pangan padi hampir seluruh Kabupaten dan Kota se-sulawesi tenggara, kecuali Kabupaten Wakatobi. Namun produksi padi terbesar berada di Kabupaten Konawe dengan luas areal 41.612 ha, Kabupaten Kolaka 30.666 ha, Kabupaten Konawe Selatan 27.220 ha dan Kabupaten Bombana 12.100 ha. (Data Bappeda Sultra). Dengan luas tanaman padi itu, Sulawesi Tenggara berkontribusi terhadap produksi pangan nasional sebesar 0,88 persen pada tahun 2015. 

Kasus Gizi Buruk
Awal tahun 2018, beberapa berita media massa memberitakan kasus gizi buruk terjadi di Sulawesi Tenggara. Kasus pertama yang menimpa balita Arisandi (10 bulan). Ia terlahir dengan kehidupan keluarga yang pas-pasan. Orang tuanya Abu (31) yang bekerja sebagai petani di Desa Ulu Pohara, Kecamatan Lahungkumbi, Kabupaten Konawe. Jika musim tanam telah usai, maka ayah Arisandi harus mencari pekerjaan lain untuk menghidupi keluarganya. 

Arisandi pada awal kelahirannya diberi susu formula khusus bayi oleh orang tuanya, namun ketika pekerjaan orang tuanya tidak mampu memenuhi kebutuhan keluarga terpaksa diganti dengan susu murahan yang banyak mengandung lemak dan kadar gula. 

Ekonomi tidak mampu mengakibatkan Arisandi harus mengalami gizi buruk. Dampaknya terjadi luka-luka dan alergi akibat kekurangan nutrisi.

Kasus kedua yang menimpa Muhammad Adam Saputra (7 bulan). Tunru (21) pernah memberikan susu balita untuk anaknya. Tunru yang bekerja sebagai pekerja serambutan dan kadang-kadang bekerja sebagai kuli bangunan tidak mempunyai penghasilan tetap, sehingga nutrisi untuk anaknya kadang dihentikan.

Warga RT 15 RW 03, Kelurahan Mandonga, Kecamatan Mandonga, Kota Kendari itu kadang tidak mampu lagi membeli susu formula bayi untuk anaknya. Akhirnya memberi susu orang dewasa, berupa susu kental manis. Hal itu dilakukan untuk memenuhi kebutuhan ASI anaknya. 

Dampak dari ketidakmampuan ekonomi Tunru mengakibatkan Muhammad Adam harus dirawat di Rumah Sakit Bahteramas, karena berat badannya semakin hari semakin menurun hingga 4,8 kg. 

Kasus ketiga menimpa Bayi Muhammad Muharram umur 4 bulan. Warga jalan Sao Sao, Kelurahan Bende, Kecamatan Kadia, Kota Kendari itu mengalami gizi buruk karena keterbatasan Ekonomi. 

Orang tua laki-laki bayi muharram sehari-harinya bekerja sebagai pemulung dan orang tua perempuan sebagai ibu rumah tangga. Kedua orang tuanya mempunyai penghasilan pas-pasan sehingga tak mampu membeli susu bayi karena harganya mahal. Karena itu, Orang tuanya membelikan susu kental manis sebagai pengganti nutrisi.

Dengan begitu, Kondisi tubuh muharram mengalami penurunan dan gejala gizi buruk. Akibatnya harus di rawat rumah sakit. Untungnya biaya perawatan mendapatkan bantuan dari Pihak RS Bahteramas dengan menggunakan kartu kesehatan versi Pemerintah Provinsi Sulawesi Tenggara, kartu Bahteramas. Jadi biaya perawatan gratis.

Kasus keempat dialami Zulfan umur 8 tahun. Warga Dusun Barakati, Desa Komala, Kecamatan Wangi Wangi Selatan, Kabupaten Wakatobi itu mengalami kekurangan gizi sejak umur 6 tahun, jadi sudah 2 tahun mengalami kekurangan gizi. 

Zulfan mengalami gizi buruk tipe marasmus dengan tanda-tanda nyeri perut dan demam, bab bercampur darah dan terdapat benjolan di Anus. Kondisi menimpa Zulfan karena ditinggalkan oleh kedua orang tuanya yang sedang mencari penghidupan di rantauan pulau Bacan, Maluku. Zulfan hidup bersama neneknya di Wakatobi. 

Kasus gizi buruk di Wakatobi bukan hanya kali ini, tetapi pada tahun 2017 lalu, terdeteksi kurang lebih 25 anak yang terkena gizi buruk. Menurut dokter spesialis anak RSUD Wakatobi, dr Gazali yang diliput zonasultra.com bahwa sedikitnya 20 anak yang menderita gizi buruk di pulau Binongko, Wakatobi. Kondisi diketahui setelah Dinas Kesehatan setempat membuka pelayanan kesehatan gratis di UPTD.

Menurut data Kesehatan Provinsi Sulawesi Tenggara tahun 2016, Kasus gizi buruk hampir terjadi di semua Kabupaten Kota dengan jumlah penderita gizi buruk tahun 2015 sebanyak 415 kasus. Data gizi buruk tertinggi hingga terendah yakni Muna 45 kasus gizi buruk, Bombana 31 kasus gizi buruk, Buton 28 kasus gizi buruk, Konawe Selatan 23 kasus gizi buruk, Buton Selatan 17 kasus gizi buruk, Buton Tengah 16 kasus gizi buruk, Kolaka 15 kasus gizi buruk, Konawe 14 kasus gizi buruk, Kolaka Utara 14 kasus gizi buruk, Kendari 10 kasus gizi buruk, Baubau 8 kasus gizi buruk, Konawe Utara 8 kasus gizi buruk, Wakatobi 5 kasus gizi buruk, Buton Utara 4 kasus gizi buruk, Muna Barat 4 kasus gizi buruk, Konawe Kepulauan 3 kasus gizi buruk dan hanya Kolaka Timur yang tidak ada kasus gizi buruk.

Daerah yang tertinggi kasus gizi buruk di Sulawesi Tenggara adalah Kabupaten Muna, Bombana, Buton dan Konawe Selatan. Daerah yang terendah kasus buruk adalah Kabupaten Buton Utara, Muna Barat dan Konawe Kepulauan.

Menurut Data WHO 2010, Di Indonesia ada sekitar 8,81 juta anak kurang gizi. Provinsi dengan prevalensi stunting tertinggi adalah Nusa Tenggara Barat 48,01%, Sulawesi Barat 45,98% dan Provinsi Sulawesi Tenggara 38,89%.

Hasil penelitian Alinea Dwi Elisanti yang diterbitkan Indonesia Journal For Health Sciences IJHS, edisi maret 2017 menyebutkan pertama, Sulawesi Tenggara dalam kategori balita kurang komsumsi kalori termasuk tinggi mencapai 3.4%-4.5%, mirip dengan daerah Papua. Kedua, Sulawesi Tenggara dalam kategori balita kurang komsumsi protein masuk kategori tinggi mencapai 4.4%-7% mirip dengan papua. Ketiga, Kesimpulan penelitian status gizi balita paling rendah di Indonesia adalah Nusa Tenggara Timur NTT, Sulawesi Tenggara dan Maluku.

Sumber 

https://bangwilsultrablog.wordpress.com/2016/06/22/potensi-pangan-sultra/

https://www.suarakendari.com/produksi-beras-sultra-surplus-135-000-ton.html

https://sultra.antaranews.com/berita/282434/produksi-padi-sultra-capai-660720-ton

http://bkk.fajar.co.id/2017/03/22/produksi-pangan-sultra-terus-naik/

http://www.depkes.go.id/resources/download/profil/PROFIL_KES_PROVINSI_2016/28_Sultra_2016.pdf

https://zonasultra.com/dua-balita-penderita-gizi-buruk-dirawat-di-rsud-bahteramas.html

http://penaaktual.com/miris-balita-di-kendari-ini-menderita-gizi-buruk.html

https://www.sultrakini.com/berita/saya-pengen-berobat-supaya-saya-sembuh-dan-pergi-sekolah-di-tk

https://zonasultra.com/20-anak-di-pulau-binongko-menderita-gizi-buruk.html

Pemetaan Status Gizi Balita di Indonesia, Indonesian Journal for Health Sciences (IJHS). Vol.1, No.1, Maret 2017

No comments:

Post a Comment

Kebijakan dan Dampak Virus Corona di Indonesia

Ilustrasi Kekuatan ekonomi China sangat luar biasa di dunia saat ini. Kebangkitan ekonomi China bahkan mengalahkan Amerika Serikat. ...