Saturday, November 14, 2015

Problem Alokasi Dana Desa Di Sultra


Problem Alokasi Dana Desa (ADD) di Sulawesi Tenggara yakni pertama, aparat desa lemah dalam proses perencanaan dan pelaporan. Kedua,  oknum Kepala Desa/Kelurahan dan BPMD Kota/Kabupaten akal-akalan memotong ADD.
                        
Alokasi Dana Desa (ADD) akan disalurkan ke 56.390 Desa dari 74.754 Desa seluruh Indonesia dengan total anggaran Rp. 20,7 Trilliun. Begitupun di Sulawesi Tenggara ADD sudah mulai digelontorkan ke 14 Kabupaten & Kota, dengan jumlah desa sebanyak 1.850 dan Kelurahan sebanyak 373.

Menurut Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi (DPDTT), Marwan Jafar, Dana Desa tahap pertama dan kedua itu bertujuan untuk pembangunan jalan desa, irigasi, jalan usaha tani, sanitasi, air bersih dan lainnya.  Dampak positif dari pembangunan desa itu akan mengakibatkan perekonomian desa langsung pulih dan bergerak cepat (25/09/2015). Pertanyaanya, apakah harapan Bapak Menteri Marwan Jafar akan berjalan mulus ?, menurut pandangan pribadi penulis tentunya tidak, seperti kasus di Sulawesi Tenggara di awal penyaluran ADD masih terdapat beberapa kelemahan yang harus dievaluasi dan terus diperbaiki agar program pembangunan desa dapat berjalan sesui harapan kita semua.

Nur Alam, Gubernur Sulawesi Tenggara berkali-kali berkomentar di Media Massa, untuk terus mengingatkan para aparat Desa, agar berhati-hati menggunakan dana desa karena sangat rawan akan korupsi. Darisitu Tim Sekilas Kendari mencoba mengumpulkan data-data tentang problem ADD di Sultra. Beberapa media menyajikan data dan permasalahan yakni pertama yakni soal perencanaan dan pelaporan yang lemah di tingkat desa.

Dana Desa sebesar Rp. 20 milliar sudah masuk rekening Badan Pemberdayaan Masyarakat Desa (BPMD) Konawe Kepulauan namun hanya akan disalurkan di Tiga Kecamatan karena persyaratan pencairan tidak lengkap seperti RPJMDes, RKPdes dan Perdes tentang APBDes ( September 2015).


“Oknum BPMD Kabupaten Kolaka Utara melakukan pemotongan 3 juta ketika anggaran Alokasi Dana Desa Cair sebagai biaya upah dalam membantu dalam Menyusun Perencanaan Pembangunan Jangka Menengah Desa (RPJMdes)” (15 September 2015)

Kasus yang terjadi di Konawe Kepulauan dan Kolaka Utara disebabkan karena kemampuan untuk perencanaan yang lemah di Tingkat Desa. Kepala Desa/Kelurahan beserta Aparat tentunya memang tidak bisa terlalu diharapkan dalam melakukan perencanaan secara utuh, tetapi bukan hal yang tidak bisa dilakukan untuk merencakan pembangunan berdasarkan aspirasi dari warga. Kasus yang terjadi diatas mengingatkan kita pada kasus MUSREMBANG untuk PNPM Mandiri pada program Era SBY, hanya seolah-olah partisipatif.

Kata “Partisipatif” didengar sejak dahulu dalam proses pembangunan tetapi dalam proses pelaksanaan sama sekali tidak menunjukkan proses partisipatif, melainkan partisipatif berlaku hanya untuk tokoh-tokoh kampung tanpa mendengarkan keluhan warga yang terpinggirkan, seharusnya mendengarkan keluhan warga dari segi umur, kelamin, dan kelas sosial ekonomi.

“5 Desa terancam tidak terima ADD karena belum melengkapi laporan pertanggungjawaban di Buton Utara” (September 2015)”


“Jika mengacu pada syarat, untuk mendapatkan dana desa tahap kedua hanya 30 desa yang memenuhi syarat untuk pencairan. Selebihnya belum menyetorkan LPJ tahap satu. Kasus ini di Konawe Utara” ( 3 November 2015)

Kasus diatas menunjukkan ketidakmampuan aparat Desa atau Kelurahan membuat laporan pertanggungjawaban sehingga menghambat pembangunan untuk masyarakat di wilayahnya. Kalau perlu tidak hanya sebatas laporan belaka, melainkan menciptakan indikator untuk mengukur keberhasilan suatu proyek dalam sebuah Kampung atau Desa atau Kelurahan. Indikator ini untuk mengukur tingkat keberhasilan sebuah proyek.

Proses pelaporan sampai mengukur indikator keberhasilan memang sangat sulit, namun momentum ADD ini bisa dijadikan ajang proses belajar bagi aparat kelurahan dan aparat desa dalam merencanakan dan melaporkan sebuah proyek pembangunan serta mengetahui perubahan sosial yang terjadi dalam kehidupan warga akibat pembangunan tersebut. Jika Laporan pertanggungjwaban diberi kelonggaran maka Kepala Desa dan Kepala Kelurahan banyak yang akan terjerat kasus korupsi dan pembangunan tidak akan berjalan dengan lancar kedepan.

Kasus kedua yakni akal-akalan Oknum Kepala Desa dan oknum Kepala Kelurahan serta oknum Pegawai Badan Pemberdayaan Masyarakat Desa (BPMD) dalam mengambil kesempatan untuk menggunakan ADD demi kepentingan pribadi. Berikut data-data yang kami kumpulkan dibawah ini.

“124 Kepala Desa di Kabupaten Muna diberangkatkan studi banding di Jogja dengan menggunakan Alokasi Dana Desa (ADD)” (September 2015)


“Oknum BPMND Kabupaten Kolaka Utara melakukan pemotongan 3 juta ketika anggaran Alokasi Dana Desa Cair sebagai biaya upah dalam membantu dalam Menyusun Perencanaan Pembangunan Jangka Menengah Desa (RPJMdes)” (15 September 2015)


ADD Belum berjalan setahun di Sulawesi Tenggara ternyata sudah banyak oknum yang selalu akal-akalan menciptakan kegiatan yang diluar dari peruntukan ADD. Uang bisa menjadi baik ketika digunakan sebagaimana mestinya tetapi akan menjadi buruk ketika digunakan bukan sesui dengan peruntukannya dan akan mengakibatkan tindakan yang merugikan warga.

***

Untuk perbaikan pengelolaan ADD di Sulawesi Tenggara dibutuhkan beberapa perbaikan seperti Pertama,  Pendamping Desa harus berperan aktif mendekati warga agar penggalian masalah secara mendalam dapat dilakukan dengan baik. Tools yang dipakai  untuk mendalami masalah harus mudah dan gampang dipahami warga yang berpendidikan maupun tidak berpendidikan. Semua ini demi menciptakan pembangunan tidak melulu berdasarkan pada usulan para tokoh masyarakat semata melainkan melibatkan semua pihak.

Selain itu Pendamping Desa minimal mengusai teknik mengubah kesadaran semu menjadi kesadaran kritis, agar perubahan yang tercipta bukan sebatas pada pembangunan infrastruktur semata, melainkan tercipta perubahan dalam mengkritisi proses pembangunan yang tidak sesui dengan kepentingan warga dan mengkritisi para tokoh kampung yang suka akal-akalan dalam menciptakan kegiatan demi kepentingan pribadi seperti yang terjadi di Muna, Kolaka Utara dan Kota Kendari diatas.

Kedua, Kepala Desa dan Kepala Kelurahan harus diberi pelatihan agar bisa membuat tools yang mudah untuk melakukan perencanaan dan pelaporan bersama warga. Dan Para Aparat Desa dan Kelurahan harus diberikan pendidikan anti korupsi oleh tim Pencegahan korupsi KPK agar terhindar dari Korupsi. Jika sudah diberi pelatihan anti korupsi masih tetap ngeyel dan nakal, maka Pihak Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), Pihak Kepolisian Daerah Sulawesi Tenggara serta Kejaksaan harus membuka ruang selebar-lebarnya terhadap warga agar bisa melaporkan kasus korupsi ADD yang terjadi di Kampung, Desa dan Kelurahan masing-masing.  J

Semoga Alokasi Dana Desa yang digelontorkan Pemerintah Pusat melalui Kementerian Desa sesui dengan harapan dan dapat menciptakan kesejahteraan bagi seluruh Masyarakat terutama di Sulawesi Tenggara Khususnya.

 
Sumber
Rakyat Sultra, 3 Oktober 2015, Lima Desa Di Butur Tak Bisa Cairkan Dana Desa

Rakyat Sultra, 15 September 2015, Aroma Korupsi Dana Desa Mulai Mencuat

Rakyat Sultra, 03 November 2015, Pencairan dana desa tahap dua terancam gagal

Rakyat Sultra, 17 Oktober 2015, 56 Ribu Desa Sudah Terima Dana Desa

Rakyat Sultra, 02 oktober 2015, Konkep Salurkan Dana Desa Hanya Tiga Kecamatan

Rakyat Sultra, 21 Oktober 2015, Dana Desa belum tersalurkan

Rakyat Sultra, 17 September 2015, Kades Harus Hati-hati Gunakan Dana Desa

Rakyat Sultra, 03 Oktober 2015, Beberapa Daerah Terancam Tak Terima ADD

Rakyat Sultra, 17 September 2015, 124 KADES di Muna Studi Banding Ke Jogja

Rakyat Sultra, 26 September 2015, Yakin Dana Desa Pulihkan Perekonomian

Rakyat Sultra, 02 Oktober 2015, BPKP Sultra : Dana Desa Rawan Penyimpangan

Berita Warga Kendari, November 2015.

Sulawesi Tenggara Dalam Angka Tahun 2014.





No comments:

Post a Comment

Kebijakan dan Dampak Virus Corona di Indonesia

Ilustrasi Kekuatan ekonomi China sangat luar biasa di dunia saat ini. Kebangkitan ekonomi China bahkan mengalahkan Amerika Serikat. ...